FIRDAUS FAHDI
KEANEKARAGAMAN FAUNA
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran
biologi tanah dalam meningkatkan produktivitas lahan menjadi semakin
penting ke depan ini karena makin meluasnya lahan pertanian yang salah
kelola dan makin terbatasnya sumber daya pupuk anorganik.Berbagai jenis
mikroba dan fauna tanah telah diketahui berpotensi sebagai pupuk hayati
dan berbagai atribut biologi tanah mulai banyak digunakan sebagai
indikator kualitas dan kesehatan tanah. Untuk itu, dalam eksplorasi dan
telaah pemanfaatan biologi tanah perlu ditunjang oleh suatu penuntun
analisis yang memadai agar data yang dihasilkan dapat diandalkan dalam
menyusun teknologi pengelolaan tanah yang tepat.
Indonesia
merupakan salah satu negara disebut “Mega Biodiversity” setelah Brazil
dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di
Indonesia, yang mana dari setiap jenis tersebut terdiri dari ribuan
plasma nutfah dalam kombinasi yang cukup unik sehingga terdapat aneka
gen dalam individu. Secara total keanekaragaman hayati di Indonesia
adalah sebesar 325.350 jenis flora dan fauna. Keanekaragaman adalah
variabilitas antar makhluk hidup dari semua sumber daya, termasuk di
daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan komplek ekologis termasuk
juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya.
Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka
margasatwa,taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi
kepentingan pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan
yang dapat memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief,
2001).
Pada saat ini, informasi mengenai keanekaragaman fauna
tanah khususnya mesofauna tanah. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan
inventarisasi, sehingga dapat membantu dalam penyediaan data yang
diperlukan untuk referensi bagi pihak pengelola. Mesofauna tanah adalah
hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 0,16-10,4 mm. Menurut Setiadi
(1989), peranan terpenting dari organisme tanah di dalam ekosistemnya
adalah sebagai perombak bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan
hijau. Nutrisi tanaman yang berasal dari berbagai residu tanaman akan
mengalami proses dekomposisi sehingga terbentuk humus sebagai sumber
nutrisi bagi tanah. Dapat dikatakan bahwa peranan ini sangat penting
dalam mempertahankan dinamika ekosistem alam. Selain itu Suharjono
(1997), menyebutkan beberapa jenis fauna permukaan tanah dapat digunakan
sebagai petunjuk (indikator) terhadap kesuburan tanah atau keadaan
tanah. Keberadaan mesofauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah, sehingga perlu
diketahui seberapa besar faktor lingkungan mempengaruhi keberadaan
mesofauna tanah.
B.TUJUAN
Mengetahui jenis- jenis fauna tanah berdasarkan ukurannya.
Mengetahui manfaat dari fauna tanah bagi kehidupan mahluk hidup.
Mengetahui habitat yang paling banyak dihuni oleh fauna tanah dalam suatu lokasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Lingkungan Tanah
Lingkungan
tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan
abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini
menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal
bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah.
Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan
tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup.
Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam
tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994).
Bagi
ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan
ke dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan menyerap air, nitrat,
fosfat, sulfat, kalium, tembaga, seng dan mineral esensial lainnya.
Dengan semua ini, tumbuhan mengubah karbon dioksida (dimasukkan melalui
daun) menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang
dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung. Bersamaan
dengan suhu dan air, tanah merupakan penentu utama dalam produktivitas
bumi (Kimball, 1999).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen
tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena
keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu
daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan
lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu
daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik
dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem
tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor
fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997).
Suhu tanah
merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan
kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian suhu tanah
akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah.
Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
Pengukuran pH tanah juga
sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin
(1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang
pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH
basa. Untuk jenis Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam
disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada
tanah yang basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil, sedangkan
yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut Collembola golongan
indifferen. Metode yang digunakan pada pengukuran pH tanah ada dua
macam, yaitu secara kalorimeter dan pH meter.
Keadaan iklim
daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya serta berlimpahnya
mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi
keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang
mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi
mikroorganisme adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar
kelembaban serta kondisi-kondisi serasi (Sutedjo dkk., 1996).
2.2. Fauna Tanah
Fauna
tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Beberapa fauna
tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup
di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati.
Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan
bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna
yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof
(makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya
tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam
tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat
bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Keberadaan
mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi
dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik
dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon
dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah
tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan
berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi
kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya
sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu
jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
Burges dan Raw
(1967) dalam Rahmawaty (2000), menjelaskan bahwa secara garis besar
proses perombakan berlangsung sebagai berikut : pertama-tama perombak
yang besar atau makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah
mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan
butiran-butiran feses. Butiran-butiran tersebut dapat dimakan oleh oleh
mesofauna dan atau makrofauna pemakan kotoran seperti cacing tanah yang
hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses pula. Materi terakhir
ini akan dirombak oleh mokroorganisme terutama bakteri untuk diuraikan
lebih lanjut. Selain dengan cara tersebut, feses juga dapat juga
dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik
yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih
sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan dan diuraikan
lebih lanjut oleh mikroorganisme terutama bakteri hingga sampai pada
proses mineralisasi. Melalui proses tersebut, mikroorganisme yang telah
mati akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh
tumbuh-tumbuhan lagi. Dengan melihat proses aliran energi yang
dikemukakan oleh Burges and Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), dapat
dikatakan bahwa tanpa adanya keberadaan mesofauna tanah, proses
perombakan materi (dekomposisi) tidak akan dapat berjalan dengan baik.
2.3. Peranan Fauna Tanah
Salah
satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam
perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam
tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh
kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting
dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara.
Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan
tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan
aneka macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti padang
rumput, karena siklus hara berlangsung secara kontinyu. Arief (2001),
menyebutkan, terdapat suatu peningkatan nyata pada siklus hara, terutama
nitrogen pada lahan-lahan yang ditambahkan mesofauna tanah sebesar
20%-50%.
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara : 1). Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur,
2). Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin,
3). Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus,
4). Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,
5). Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah.
Meskipun
fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil senyawa-senyawa
organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi
sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah
dari mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi.
Sebagai subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme perombak awal
bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan
akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan
mengunyah bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan
mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi
fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio
tanah (Arief, 2001). Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa dalam suatu
habitat hutan hujan tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan
serangga sosial (jenis-jenis semut, lebah dan rayap), peranannya dalam
siklus energi adalah 4 kali peranan jenis-jenis vertebrata.
Organisme-organisme
yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan perubahan-perubahan
besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), di mana
terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah.
Akar-akar tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi,
bakteria dan golongan-golongan organisme lainnya (Sutedjo dkk., 1996).
Serangga
pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang
membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga
yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah
tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan
dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa
sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat
diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati.
Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan
bahan organiknya (Borror dkk., 1992). Wallwork (1976), menegaskan bahwa
serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan
penghancur kayu. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di
hutan, adalah:
• Struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi;
• kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup;
• suhu tanah mempengaruhi peletakan telur; 4) cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.
Suhardjono
(2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu,
merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan
simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola
juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang
disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator
terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh
herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan
pada lahan yang tidak tercemar.
Keanekaragaman fauna tanah pada
musim atau tipe permukaan tanah yang berbeda memiliki perbedaan. Hal ini
dapat diketahui dari hasil penelitian Suhardjono dkk. (1997), yang
menyebutkan bahwa terdapat perbedaan keanekaragaman suku yang tertangkap
pada musim dan lokasi yang berbeda. Selain itu pada penelitian yang
dilakukan oleh Mercianto dkk. (1997), diketahui bahwa pada
keanekaragaman tegakan yang berbeda terdapat perbedaan mengenai
keanekaragaman jumlah suku dari serangga tanah (tegakan Dipterocarpaceae
dan Palmae, tegakan Dipterocarpaceae, serta tegakan Dipterocarpaceae
dan Rosaceae).
2.4. Keanekaragaman Fauna Tanah
Pengelompokan
terhadap fauna tanah sangat beragam, mulai dari Protozoa, Rotifera,
Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga Vertebrata. Fauna tanah
dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah,
habitat yang dipilihnya dan kegiatan makannya. Berdasarkan kehadirannya,
fauna tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodik dan
permanen. Berdasarkan habitatnya fauna tanah digolongkan menjadi
golongan epigeon, hemiedafon dan eudafon. Fauna epigeon hidup pada
lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan
organik tanah, dan yang eudafon hidup pada tanah lapisan mineral.
Berdasarkan kegiatan makannya fauna tanah ada yang bersifat herbivora,
saprovora, fungifora dan predator (Suin, 1997). Sedangkan fauna tanah
berdasarkan ukuran tubuhnya menurut Wallwork μ - 1 cm) dan makrofauna
(lebih dari 1 cm). Menurut Suhardjono dan Adisoemarto (1997),
berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan menjadi:
Mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran tubuh < 0.15 mm,
seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya
Nematoda,
Mesofauna adalah kelompok yang berukuran tubuh
0.16 – 10.4 mm dan merupakan kelompok terbesar dibanding kedua
kelompok lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda,
Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya
seperti kaki seribu dan kalajengking,
Makrofauna adalah
kelompok binatang yang berukuran panjang tubuh > 10.5 mm, sperti:
Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga
vertebrata kecil.
Odum (1998), menyebutkan bahwa mesofauna tanah
meliputi nematoda, cacing-cacing oligochaeta kecil enchytracid, larva
serangga yang lebih kecil dan terutama apa yang secara bebas disebut
mikroarthropoda; dari yang akhir, tungau-tungau tanah (Acarina) dan
springtail (Collembola) seringkali merupakan bentuk-bentuk yang paling
banyak tetap tinggal dalam tanah. Beberapa contoh organisme yang khas
yang diambil dari tanah dengan menggunakan alat yang dikenal dengan
corong Barlese atau corong Tullgren yang serupa, diantaranya : dua kutu
oribatida (Elulomannia, Pelops); proturan (Mikroentoman); japygida
(Japyx); thysanoptera; simpilan (Scolopendrella); pauropoda (Pauropus);
kumbang pembajak (Staphylinidae); springtail atau collembola
(Entomobrya); kalajengking semu (cheloneathid); miliped (diplopoda);
centipede (chilopoda); larva kumbang scarabarida atau “grub”.
Menurut
Hole (1981) dalam Rahmawaty (2000), fauna tanah dibagi menjadi dua
golongan berdasarkan caranya mempengaruhi sistem tanah, yaitu:
Binatang eksopedonik (mempengaruhi dari luar tanah), golongan ini
mencakup binatang-binatang berukuran besar, sebagian besar tidak
menghuni sistem tanah, meliputi Kelas Mammalia, Aves, Reptilia, dan
Amphibia.
Binatang endopedonik (mempengaruhi dari dalam
tanah), golongan ini mencakup binatang-binatang berukuran kecil sampai
sedang (diameter < 1 cm), umumnya tinggal di dalam sistem tanah dan
mempengaruhi penampilannya dari sisi dalam, meliputi Kelas Hexapoda,
Myriopoda, Arachnida, Crustacea, Tardigrada, Onychopora, Oligochaeta,
Hirudinea, dan Gastropoda.
Mesofauna tanah merupakan
penghuni lingkungan tanah yang memberikan sumbangan energi dari suatu
ekosistem. Hal ini disebabkan karena kelompok fauna tanah dapat
melakukan penghancuran terhadap materi tumbuhan dan fauna yang telah
mati. Dalam Wallwork (1976), menyebutkan serangga tanah berfungsi
sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu.
2.5.Faktor Abiotik dan Jumlah Mesofauna Tanah
Rata-rata
suhu udara pada lahan hutan adalah 23,40 C, suhu tanah rata-rata adalah
25,90 C, dan pH tanah rata-ratanya adalah 6,6. Sedangkan jumlah
mesofauna tanah yang diperoleh adalah sebanyak 775 individu. Rata-rata
suhu udara pada lahan berumput adalah 29,6 0 C, suhu tanah rata-ratanya
adalah 32,1 0 C.
Metode PCT (Pencuplikan Contoh Tanah), pada
lahan berumput ditemukan 3 filum mesofauna tanah yaitu: Nematoda,
Mollusca dan Arthropoda. Pada lahan hutan juga ditemukan 3 filum
mesofauna tanah yang sama seperti pada tipe lahan berumput. Setelah
dilakukan analisis dengan menggunakan Indeks Shannon diperoleh hasil,
bahwa pada tipe lahan berumput memiliki nilai keanekaragaman 2,066
sedangkan pada tipe lahan hutan diperoleh indeks Shannon sebesar 1,598.
Berdasarkan Magurran (1988) dalam Rahmawaty (2000) nilai Indeks Shannon
pada kedua tipe lahan ini masih berada dalam satu kategori yaitu
keanekaragaman sedang, yang nilainya berkisar antara 1,5-3,5. Bila
dilihat dari tingkat Famili, pada tipe lahan berumput memiliki 24 Famili
(suku) sedangkan pada lahan hutan memiliki 23 Famili. Sedangkan untuk
tingkat ordonya, pada lahan hutan dan lahan berumput berturut turut
adalah 15 Ordo dan 13 Ordo.
Setelah dilakukan pengurutan
persentase terbesar sampai tiga tingkatan, pada kedua tipe lahan
didominasi oleh Acari. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam
Borror dkk. (1996), bahwa Acari banyak terdapat di dalam tanah dan
reruntuhan organik, dan biasanya jumlahnya melebihi Arthropoda lainnya.
Pada lahan hutan urutan pertama ditempati oleh Famili Termitidae (59,74
%), hal ini disebabkan karena pada saat pengambilan sampel dilakukan di
dekat sarang dari Famili ini. Banyaknya individu yang
Diperoleh
juga disebabkan karena jenis ini merupakan jenis yang hidup berkoloni
dan tersusun dalam kasta-kasta, sehingga jumlahnya sangat banyak. Hal
ini terbukti dengan adanya kasta pekerja, prajurit dan calon raja
(kalekatu) yang dimukan pada sampel tanah.
Tarumingkeng (2000),
menyebutkan bahwa serangga sosial (jenis-jenis semut, lebah dan rayap),
dalam siklus energi memiliki peran sampai 4 kali lipat bila dibandingkan
dengan jenis-jenis vertebrata. Dalam Arief (2001), mengatakan kehidupan
Termitidae pada hakekatnya merupakan kelompok yang sistem kehidupannya
tertutup. Individu yang nampak tidak sehat ataupun yang mati akan
dimakan oleh koloni mesofauna itu sendiri. Hasil dari pelumatan dan
pengunyahan tersebut akan menambah kandungan bahan organik di tanah.
Kelompok Termitidae juga membangun sarang dengan membuat bukui-bukit
kecil, serta dilengkapi dengan saluran-saluran. Saluran yang terbentuk
mempengaruhi porositas tanahnya. Lapisan tanah yang berada di sekitar
sarang Termitidae juga mengandung lebih banyak bahan organik daripada
tanah yang ada di sekitarnya. Selain itu, Termitidae juga merupakan
perombak utama sumber daya hutan kayu hingga mencapai 80 % dalam waktu 8
bulan. Kelompok ini juga merupakan perombak primer dari serasah tanaman
di permukaan tanah dan perombak humus di dalam tanah. Untuk urutan
kedua dan ketiga pada lahan hutan ditempati oleh Famili Ixodidae dan
Formicidae.
Untuk urutan pertama pada lahan berumput ditempati
oleh Famili Ixodidae (27,72 %). Jenis ini merupakan laba-laba pemakan
tumbuh-tumbuhan dan daun-daunan dan menyerang berbagai tumbuhan.
Kadang-kadang terdapat dalam jumlah yang sangat besar (Borror dkk.,
1996). Famili Tetranychidae menempati urutan kedua pada lahan berumput
yaitu sebanyak 282 individu atau 21,89 %. Sedangkan pada lahan hutan
ditempati oleh Famili Ixodidae yaitu 86 individu atau 11,10 %. Urutan
ketiga dari persentase jumlah individu pada penutupan lahan berumput
serta penutupan lahan hutan ditempati oleh Famili Formicidae. Namun pada
lahan berumput memiliki persentase yang lebih besar (234 individu atau
18,17 %) dibandingkan pada penutupan lahan hutan (74 individu atau 9,55
%). Hal ini diduga karena pada penutupan lahan berumput merupakan
habitat yang tersedia makanan dan tempat untuk mencari makan bagi
Formicidae. Arief (2001), menyebutkan keberadaan mesofauna dalam tanah
sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk
kelangsungan hidupnya. Dengan tersedianya energi dan hara bagi mesofauna
tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan
berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi
kesuburan tanah.
Famili Formicidae (semut) memiliki cara hidup
yang sama dengan jenis Termitidae (rayap), yaitu hidup berkoloni dan
tersusun atas kasta-kasta. Wallwork (1976), mengatakan bahwa Formicidae
dapat mencapai 70 % dari populasi fauna tanah tropika, sehingga famili
ini dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak. Untuk Ordo Coleoptera, pada
lahan berumput lebih banyak dijumpai yaitu terdapat 5 Ordo, sedangkan
pada lahan hutan hanya dijumpai 3 Ordo.
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Nooryanto (1987), yaitu mengenai Keanekaragaman
Fauna Tanah di Perkebunan Kopi Muda Tlogo, dengan menggunakan metode
perangkap sumuran, Ordo Collembola merupakan fauna tanah yang menempati
posisi tertinggi dibandingkan fauna tanah lainnya. Sedangkan pada
penelitian ini jumlah Collembola yang diperoleh hanya 28 individu pada
lahan berumput dan 9 individu pada lahan bervegetasi hutan. Hal ini
diduga karena adanya perbedaan metode dalam pengambilan sampel tanah.
Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola
tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang
pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping
itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya
penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan
sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang
tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit
dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.
Permukaan tanah pada
lahan berumput ditumbuhi oleh beberapa jenis rumput, yaitu terdiri dari
9 jenis. Sedangkan pada permukaan lahan hutan ditumbuhi oleh pepohonan
dan beberapa jenis herba. Pada lahan hutan banyak terdapat herba yang
terdiri dari Famili Araceae. Selain itu permukaan tanah tipe lahan ini
cukup banyak mengandung serasah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tarumingkeng (2000), yang mengatakan bahwa proses pertumbuhan hutan
tropik yang pada umumnya terdiri atas berbagai spesies pohon,
menghasilkan serasah dengan humifikasi yang cepat dan menumbuhkan
berbagai jenis tumbuhan bawah. Pada penutupan lahan berumput, didominasi
oleh rumput gajah (Pennisetum purpureum Schamach), dan pada lahan hutan
didominasi oleh kayu ageng (Antidesma sp.), sira-sira dan kupi-kupi
(Lachnastoma densiflora Val.) untuk tingkat pohon, serta Famili Araceae,
semai kupi-kupi dan semai kayu ageng untuk tingkat herba. Dengan adanya
serasah yang berasal dari vegetasi ini, mesofauna tanah yang terdapat
di tanah, melakukan kegiatan dekomposisi untuk mengurai bahan yang ada
menjadi lebih sederhana. Sutedjo dkk. (1996), mengatakan keadaan
vegetasi dari suatu kawasan berpengaruh terhadap penambahan akumulasi
humus. Pada tanah berumput yang permukaan tanahnya tertutup oleh
tanaman, penghancuran akar-akar tanaman dan sisa-sisa tanaman yang telah
mati dilakukan oleh bantuan mesofauna tanah secara berangsur-angsur.
Sedangkan vegetasi dalam hutan, akumulasi bahan-bahan organik akan
diolah oleh cacing tanah, serangga dan hewan-hewan tanah lainnya,
sehingga terbentuk humus yang menjadi nutrisi bagi tanaman yang terdapat
di hutan.
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara :
Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur,
Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin,
Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus,
Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,
Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral
Tanah.
Fauna tanah dikelompokkan menjadi:
(1).
Mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran tubuh < 0.15 mm,
seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya
Nematoda,
(2). Mesofauna adala kelompok yang berukuran tubuh 0.16
– 10.4 mm dan merupakan kelompok terbesar dibanding kedua kelompok
lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda,
Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti
kaki seribu dan kalajengking,
(3). Makrofauna adalah kelompok
binatang yang berukuran panjang tubuh > 10.5 mm, sperti: Insekta,
Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga vertebrata
kecil.
B.SARAN DAN KRITIK
Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari semua pihak
sangat kami harapkan untuk kami jadikan sebagai bahan perbaikan
nantinya.
DAFTAR PUSTAKA .
Ludwig J. A. and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : Primer Methods and Computing. John Wiley and Sons Inc. new York.
Magurran, A. E. 1987. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helm. London.
Mercianto,
Y., Yayuk R. S. dan Dedy D. 1997. Perbandingan Populasi Serangga Tanah
pada Tiga Keanekaragaman Tegakan Dipterocarpaceae. Prosiding Seminar
Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI. Perhimpunan Biologi
Indonesia Cabang Jakarta. Depok..
Nooryanto. 1987.
Keanekaragaman Fauna Tanah di Perkebunan Kopi Tlogo Kecamatan Tuntang,
Kabupaten Semarang JawaTengah. Skripsi Fakultas Biologi Universitas
Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suhardjono,
Y. R. 1997. Perbedaan Lima Macam Larutan yang Digunakan dalam Perangkap
Sumuran pada Pengumpulan Serangga Permukaan Tanah. Prosiding Seminar
Biologi XV. Perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Lampung dan
Universitas Lampung. Lampung.
.
Suhardjono, Y. R. 2000.
Collembola Tanah : Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya Sehari Peran
Taksonomi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati di
Indonesia. Depok.
Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta.
Supardi, I. 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Alumni. Bandung
Tarumingkeng, R. C. 2000. Serangga dan Lingkungan. www.tumoutou.net/serangga
.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar