Powered By Blogger

Selasa, 04 September 2012


                                      ANALISIS KRITIS


A.    TOPIK YANG DIBAHAS
Penerapan pembelajaran kooperatif berbasis tik untuk memperbaiki kualitas pembelajaran keanekaragaman hayati.
B.    BIBLIOGRAFI PENULIS
Suryati.
C.    NAMA JURNAL
Jurnal pendidikan inovatif, jild 4, nomor 1, September 2008, halaman. 1-5
D.    FAKTA YANG MUNCUL
System pembelajaran yang baik menurut Johnson (2002) adalah pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya atau yang lebih dikenal dengan contextual teaching and learning (CTL). Hal tersebut akan membantu siswa mengembangkan diri secara optimal dan memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan sehingga dapat mengakomodasikan pengetahuannya dari pengalaman yang dimilikinya.
Namun, system pembelajaran tersebut ternyata sulit untuk dilaksanakan. Dalam pembelajaran konsep keanekaragaman hayati, ternyata sumber belajar berupa lingkungan yang ideal dan bentuk-bentuk variasi makhluk hidup sangat jarang ditemukan. Apalagi jika sekolah tersebut berada pada lingkungan perkotaan sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan observasi lingkungan secara langsung. Sementara itu, aktivitas pembelajaran dalam bentuk observasi di lingkungan ternyata juga tidak selamanya berjalan sesuai rencana. Dalam pelaksanaannya, jika bias dipastikan selurus siswa ikut terlibat aktif dalam kegiatan dan waktu yang digunakan ternyata tidak sebanding dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Oleh karena itu, perlu rasanya dikembangkan suatu proses pembelajaran konsep keanekaragaman hayati. Salah satunya dengan menggunakan media belajar berbasis TIK.
Sebagaimana pendapat dari Gagne, media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Media merupakan bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Dengan demikian media merupakan  alat untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi.
Proses pembelajaran konsep keanekaragaman hayati melalui media pembelajaran berbasis TIK lebih ditujukan kepada upaya:
1.    Memperjelas konsep agar tidak selalu verbalistis
2.    Mengatasi hambatan ruang, waktu, dan daya indra
3.    Mengatasi keterbatasan variasi bentuk lingkungan dan organisme yang dapat diamati
4.    Mengatasi sikap pasif siswa menjadi lebih gairah
5.    Melibatkan seluruh warga belajar
6.    Mengkondisikan munculnya persamaan persepsi dan pengalaman belajar siswa.
Dengan demikian, akan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran, munculnya keterampilan bekerja sama (kooperatif) siswa dalam kelompok belajarnya, serta adanya peningkatan hasil belajar siswa.

E.    HAL YANG BELUM TERUNGKAP
Pada jurnal ini penulis hanya melakukan Proses pembelajaran konsep keanekaragaman hayati melalui media pembelajaran berbasis TIK lebih ditujukan kepada: memperjelas konsep, mengatasi hambatan ruang, waktu, dan daya indra, mengatasi keterbatasan variasi bentuk lingkungan dan organisme yang dapat diamati, mengatasi sikap pasif siswa menjadi lebih bergairah melibatkan seluruh warga belajar, dan mengkondisikan munculnya persamaan persepsi dan pengalaman belajar siswa, sementara masih ada yg perlu diterapkan dan ditambahkan siswa lebih efektif dalam pembelajarannya. TIK telah diintegrasikan ke dalam kurikulum (pembelajaran) untuk menunjang sarana/pembelajaran Biologi agar lebih mudah diserap atau mudah dimengerti oleh peserta didik dalam pembelajaran Biologi dan TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari (mata pelajaran) hal ini dilakukan agar peserta didik dapat memanfaatkan TIK yang sedang berkembang saat ini, untuk mendapatkan informasi tentang Biologi dengan cepat dan mudah. Tidak adanya pembahasan mengenai pengaruh positif dan negatif dari  penerapan pembelajaran kooperatif berbasis tik untuk memperbaiki kualitas pembelajaran keanekaragaman hayati.
 .
F.    PERTANYAAN YANG MUNCUL
Bagaimana untuk memperjelas konsep, mengatasi hambatan ruang, waktu, dan daya indra, mengatasi keterbatasan variasi bentuk lingkungan dan organisme yang dapat diamati, mengatasi sikap pasif siswa menjadi lebih bergairah melibatkan seluruh warga belajar untuk setiap mata pelajaran/bidang studi serta aplikasi terhadap siswa ?

G.    REFLEKSI DIRI
Sebagai seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pengetahuan kita harus berhati-hati dalam melaksanakan penerapan pembelajaran kooperatif berbasis tik untuk memperbaiki kualitas. Serta membaca dan memahami isi jurnal ini memberi wawasan bagi penulis untuk lebih memahami proses pembelajaran konsep keanekaragaman hayati melalui media pembelajaran berbasis TIK.

Kamis, 30 Agustus 2012

METABOLISME NITROGEN PADA TUMBUHAN PPT.

MIKROBIOLOGI

FIRDAUS FAHDI

                                   MIKROBIOLOGI

           Aspek Mikrobiologi Pada Produk Makanan Kaleng


BAB I
LATAR BELAKANG
Dengan berkembangnya teknologi pangan mempengaruhi beragam kemasan produk makanan. Kemasan produk pangan mempunyai arti penting dan luas untuk sebuah produk pangan. Pengemasan suatu produk pangan sendiri dimaksudkan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan normal sekelilingnya, untuk menunda proses dalam jangka waktu yang diinginkan. Dengan demikian pengemasan memberikan peranan yang utama dalam mempertahankan bahan pangan dalam keadaan bersih dan higienis.
Salah satu pengemas yang semakin berkembang dan diminati produsen produkproduk pangan maupun minuman adalah kemasan kaleng. Kemasan kaleng mempunyai banyak kelebihan, seperti :
- kaleng dapat mencegah bahan pangan yang ada di dalamnya bebas dari
  kontaminan mikroba, serangga atau bahan asing lain karena dikemas secara
  hermetis.
- kaleng dapat mencegah perubahan kadar air bahan pangan yang tidak
  diinginkan
- kaleng dapat mencegah penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dan
  partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfir pada bahan pangan.
- kaleng dapat mencegah perubahan warna oleh karena reaksi fotokimia dari
  cahaya.
Proses mengemas dengan wadah kaleng disebut pengalengan. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetic (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang dikemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba pathogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa. Prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
Produk pangan menggunakan kemasan kaleng juga memiliki kelemahan kelemahan. Kelemahan tersebut berkaitan dengan proses sterilisasi yang dilakukan pada umumnya. Sterilisasi yang diterapkan biasanya merupakan sterilisasi komersial dengan sterilisasi komersial maka masih ada spora bakteri patogen yang tertinggal Pada kondisi penyimpanan normal spora tersebut akan tumbuh menjadi sel vegetatif yang dapat menyebabkan kerusakan produk makanan kaleng.
Mikrobiologi makanan dan minuman dalam kemasan aseptik adalah suatu konsep yang membahas tentang mikroorganisme dalam kaitannya dengan bahan makanan kemasan. Termasuk diantaranya makanan kaleng, air mineral, teh kotak, susu krim, es krim sirup dan sebagainya.
Dengan demikian berbagai informasi yang berkaitan dengan upaya pencegahanharus terus dilakukan dan penyebaran informasi tentang makanan kaleng terutama dari aspek mikrobiogi terus disebarluaskan kepada masyarakat luas agar keamanan pangan dapat tercapai bagi setiap individu.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai aspek mikrobiologi pada produk makanan yang menggunakan kemasan kaleng. Artinya aspek-aspek yang mempengaruhi keberadaan mikroba, tanda-tanda kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba kontaminan, jenis-jenis mikroba kontaminan, yang berhubungan dengan akibat yang ditimbulkan oleh karena keberadaan mikroba dalam suatu produk makanan kaleng serta tingkat resiko yang ditimbulkan bagi kesehatan manusia.


BAB II. PENDAHULUAN
PENYEBAB KEBERADAAN MIKROBA DALAM KEMASAN KALENG
Beberapa jenis mikroba dapat bertahan pada suhu panas tinggi terutama kelompok mikroba thermofilik. Demikian juga spora bakteri dapat bertahan pada suhu tinggi. Spora bakteri pada umumnya akan bertahan pada suhu panas tinggi dan akan berkecambah dan tumbuh pada suhu di bawahnya (Frazier, 1988; Jay, 2000; Ray, 2004).
Ada 3 hal penyebab kerusakan makanan oleh mikroba pada makanan kaleng, yakni :
1) Suhu yang tidak cukup dingin setelah proses seterilisasi atau disimpan pada temperature tinggi sehingga memberikan kesempatan thermophilic spore forming bacteria berkecambah dan tumbuh,
2) Suhu pemanasan tidak cukup tinggi sehingga memberikan kesempatan pada bakteri yang tergolong mesophilic (yang hidup pada suhu 25 – 45°C) bertahan dan selanjutnya dapat tumbuh,
3) Adanya kebocoran kaleng yang memungkinkan mikroba yang ada lingkungan masuk ke dalam kaleng (Ray, 2004). Jay (2000) menambahkan perlakuan sebelum proses pengalengan atau praprocessing terhadap bahan pangan juga berpengaruh terhadap keberadaan mikroba di dalam makanan kaleng. Selain itu tahapan proses pengalengan yang tidak sempurna juga turut memicu adanya mikroba.
Ketiga penyebab tersebut sangat mungkin terjadi sekalipun di pabrik dengan peralatan modern dan sistem kontrol yang ketat. Kebusukan atau kerusakan yang terjadi pada bahan pangan atau produk pangan yang dikemas dengan kaleng apabila mengalami kelima hal di atas akan sangat merugikan bahkan kematian konsumen karena dapat tercemar oleh bakteri kontaminan atau keracunan dari bakteri yang mengeluarkan racun di dalam makanan kaleng tersebut.


BAB III.  JENIS MIKROORGANISME DAN TANDA KERUSAKANNYA

Kerusakan makanan kaleng dapat dicirikan secara fisik maupun kimia yang berkaitan dengan jenis mikroorganisme yang mengkontaminasi. Tipe kerusakan ditentukan oleh derajat keasaman dan kelompok mikroba yang mengkontaminasi produk makanan tersebut. Berdasarkan keasaman dan kelompok mikrobanya, maka tipe kerusakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut

1. Bahan pangan asam rendah (low acid).
Bentuk kerusakan akan diakibatkan oleh kelompok bakteri tersebut terjadi pada makanan tergolong low acid (asam rendah) dengan pH > 4,6. Misalnya daging, ikan dan kacang-kacangan serta sayuran. Selain itu juga termasuk susu dan produk ternak. Yang menyebabkan kerusakan adalah kelompok

a. Thermofilik spore-forming bacteria (bakteri thermofilik pembentuk spora).
Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tahan panas. Perkecambahan sporanya terjadi pada suhu > 43°C dan tumbuh baik pada suhu >30°C (Ray, 2004).




Gambar 1. Contoh bakteri Thermofilik

 Tipe kerusakan yang ditimbulkan adalah:
- Flat sour, tandanya kaleng tidak menggelembung atau rata tetapi produk menjadi asam yang disebabkan oleh aktivitas Bacillus stearothermophillus yang bersifat anaerob facultativ.).
- Thermofilic Anaerobic (TA), tandanya kaleng menggelembung karena adanya gas dan produk menjadi asam. Pertumbuhan dan aktivitas bakteri Clostridium thermosaccharolyticum memproduksi sejumlah gas CO2 dan asam sehingga menyebabkan kaleng menggelembung, selanjutnya dapat terjadi terbukanya kaleng akibat desakan gas yang diproduksi terus menerus (Frazier, 1988).
- Sulfur stinker (senyawa sulfida), tandanya kaleng tetap rata tetapi produk menjadi berwarna hitam dan bau seperti telur busuk. Penyebabnya adalah bakteri Desulfotomaculum nigrificans yang memproduksi H2S. Sulfur yang dihasilkan dapat bereaksi dengan besi (iron/ Fe) dari kaleng maka terbentuk Iron sulfide (FeS) yang menyebabkan warna hitam pada produk makanan di dalam kaleng.

b. Mesophilic spore-forming bacteria (Bakteri mezophilik pembentuk spora).
Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tumbuh pada rentang suhu 25 – 45°C dan optimum pada suhu 37°C. Kerusakan yang diakibatkan oleh adanya bakteri kelompok ini lebih dikarenakan pemanasan yang kurang sempurna atau tidak cukup sehingga ada spora bakteri yang dapat bertahan pada suhu tersebut dapat berkecambah dan tumbuh.
Ada 2 kelompok bakteri yang mendominasi yakni Clostridium dan Bacillus. Pada kelompok Clostridium yang disebut putrefactive anaerobic bacteria ini memfermentasi karbohidrat menghasilkan asam-asam volatile, gas H2 dan CO2, sehingga kerusakan yang ditimbulkan sekaligus menjadi tanda yakni kaleng menjadi menggelembung. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah Clostridium pasteurianum dan C. butyrinum yang terkenal mengeluarkan asam butirat. Selain itu juga ada C sporogenum, C putrefacience, C. botulinum yang memetabolime protein menghasilkan bau busuk karena mengeluarkan senyawa bau busuk H2S, mercaptan, indol, skatol, amonia serta gas CO2 dan H2. Khususnya C. botulinum merupakan bakteri yang sangat ditakuti karena racun yang dikeluarkan dan dapat menyebabkan kematian. Bakteri ini terutama sering ditemui pada daging dan sayuran.
Sedangkan bakteri Bacillus yang disebut aerobic mezophilic spore forming bacteria mengkontaminasi akan mengeluarkan asam dan gas CO2. Jenisnya adalah Bacillus subtilis dan B. coagulans (Ray, 2004) serta B. mecentericus (Frazier, 1988). Keberadaan bakteri ini dianggap kurang penting karena merupakan bakteri aerob dan dalam keadaan vakum tidak dapat berkembang. Keberadaannya di dalam kaleng apabila kaleng mengalami kebocoran.


 

Gambar2. Mesophilic spore_forming bacteria (bakteri mezophilic pembentul spora)

c. Non-spore-forming bacteria.
Bakteri ini merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, sangat resisten pada suhu yang tidak terlalu panas atau tidak tahan panas. Bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan melalui kaleng yang mengalami kebocoran setelah proses pemanasan. Kelompok bakteri ini sangat banyak jenisnya sehingga makanan kaleng yang terkontaminasi ini dapat memiliki bentuk kerusakan yang bervariasi. Tetapi bakteri ini tidak biasa berada di dalam makanan keleng yang rendah asam.
Gambar. Non-spore-forming bacteria.

d. Yeast (khamir/ ragi) dan Mold (kapang)
Kelompok mikroorganisme sebenarnya tidak dapat tumbuh pada substrat atau bahan pangan yang berasam rendah atau memiliki pH tinggi. Apabila ditemukan di dalam makanan keleng berasam rendah ada dua kemungkinan yang menyebabkan seperti proses sterilisasi yang tidak baik atau disebabkan oleh pelapisan kaleng yang tidak sempurna sehingga terkontaminasi dari lingkungan luar.

2. Bahan pangan asam tinggi (pH < 4,6)
Bentuk kerusakan diakibatkan oleh kelompok bakteri yang dapat bertahan hidup pada bahan pangan yang memiliki keasaman tinggi yakni dengan pH <4,6, seperti buah-buahan dan produk sauerkraut, jus tomat dan sebagainya. Kelompok mikroorganisme yang mengkontaminasi adalah
a. Spore – forming bacteria (bakteri pembentuk spora)
Kelompok bakteri yang dapat ditemukan adalah bakteri Bacillus thermoaciduran, bakteri yang tidak tahan panas ektrem tetapi tahan panas (thermophilik), aerobik. Kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kehadiran bakteri akan tampak rata dan produk menjadi sangat asam atau disebut flat sour. Selain itu ada yang penting kelompok yang kedua adalah cakteri Clostridium pasteurianum yang membentuk spora, anaerobik, bersifat sakarolitik dan memproduksi gas. Sehingga bentuk kerusakan makanan kaleng ini tampak menggelembung karena ada desakan gas.
b. Non sporing bacteria
Anggota kelompok enterococci seperti Streptococcus thermophillus, beberapa spesies Micrococcus, Lactobacillus dan Microbacterium. Selain juga kelompok bakteri pembentuk asam, seperti Lactobacillus dan Leuconostoc yang dapat ditemukan pada produk tomat, pear, dan buah-buahan lainnya; beberapa kelompok bakteri heterofermentativ yang memproduksi cukup gas CO2 sehingga dapat menyebabkan penggelembungan kaleng. Demikian juga yang termasuk kelompok bakteri yang tidak membentuk gas seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Flavobacterium.

c. Yeast (khamir)

Mikroorganisme ini merupakan kelompok yang sangat tidak tahan panas atau dapat bertahan pada suhu rendah. Kehadiran khamir pada makanan kaleng lebih disebabkan proses pengalengan yang tidak sempurna atau kaleng mengalami kebocoran.



Gambar. Bakteri Yeast (khamir)
d. Mold (Kapang).
Kapang Byssochlamys fulva merupakan penyebab kerusakan yang terkenal untuk buah kaleng. Kapang tersebut akan memecah pektin yang dikandung oleh sebagian besar buah-buahan dan kadang-kadang disertai munculnya gas. Kapang ini termasuk tahan panas bila dibandingkan dengan jenis kapang yang lain.

Gambar .kapang Byssochlamys fulva.






Menurut Frazier (1988), berdasarkan gas dan senyawa yang dikeluarkan oleh mikrogansime di dalam makanan kaleng maka dapat disistematisasikan sebagai berikut
1. Produksi gas ( bentuk kerusakan kaleng menggelembung), terdiri dari:
- gas H2 (oleh karena aspek kimia)
- gas CO2, diproduksi oleh:
- khamir (penghasil alkohol)
- Bacillus sp (pada cured meat)
- campuran gas CO2 dan H2, diproduksi oleh
- bakteri thermophilik : Thermophilic Anaerobic : memproduksi asam
- bakteri mesophilik :
- penghasil bau busuk (putrid odor) oleh bakteri putrefactive
 anaerobes
- penghasil asam, yang dapat terbagi menjadi 3 macam:
- oleh bakteri sakarolitik anaerob yang melakukan
  fermentasi menghasilkan asam butirat
- oleh mikroorgansime campuran (mixed flora) yang
  melakukan fermentasi menghasilkan asam
- oleh bakteri Bacillus yang aerob (aerobacilli)


2. Bukan penghasil gas (bentuk kerusakan kaleng tetap rata ), oleh
- bakteri tahan asam rendah, yang terbagi menjadi:
- bakteri thermophilik
- bakteri mesophilik, terdiri dari :
- bakteri penghasil asam, sehingga bentuk kerusakannya flat sour
- bakteri asam laktat : Lactobacilli (pada buah-buahan)
- bakteri campuran
- bakteri penghasil H2S menyebabkan warna hitam
- mikroorganisme kelompok kapang (jamur/ fungi)

Kapang (Inggris: mold) merupakan anggota regnum Fungi ("Kerajaan" Jamur) yang biasanya tumbuh pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak diolah. Sebagian besar kapang merupakan anggota dari kelas Ascomycetes.



Gambar. Kapang , tampak hifa berwarna putih dan bagian dengan askus berwarna biru kelabu. Diameter koloni terbesar sekitar 1 cm.




3. Akibat yang ditimbulkan dan tingkat resiko
Secara umum keberadaan mikroorganisme di dalam makanan kaleng memiliki arti adanya penurunan kualitas produk. Penurunan kualitas produk makanan kaleng berakibat pada nilai produk itu sendiri seperti adanya perubahan penampakan makanan misalnya menjadi hancur, keruh dan berwarna hitam. Selain itu juga adanya perubahan bau dan rasa misalnya menjadi asam dan busuk dan lain-lain. Disamping itu juga dapat berdampak pada kesehatan konsumen apabila ditemukan mikroba-mikroba berbahaya atau penghasil racun. Jenis mikroba yang paling diwaspadai adalah kehadiran Clostridium botulinum dalam makanan kaleng terutama produk daging dan ikan termasuk ikan asap yang semuanya pada umumnya memiliki pH tinggi atau low acid. Bakteri ini menyebabkan seseorang keracunan (intoksikasi) yang disebut botulism. Botulism in disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh bakteri tersebut di atas yang bersifat neurotoksin. Racun ini penyebab kematian dengan tipe neuro-paralytic toxin. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ini merupakan protein yang daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup menyebabkan kematian.
Ada 7 tipe toksin yakni A, B, C, D, E, F dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E dan F. Toksin ini diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat penting dari toksin ini adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A akan inaktif pada suhu 80°C yang dipanaskan selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90°C dipanaskan selama 15 menit. Gejala botulism biasanya timbul dalam 12-36 jam. Gejala mula-mula yang timbul biasanya gangguan pencernaan yang akut, diikuti rasa mual, muntah-muntah lalu diare dan akan terjadi lemah fisik dan mental yang disebut fitig, pusing dan sakit kepala. Pandangan berubah menjadi dua, sulit menelan dan berbicara. Otot-otot menjadi lumpuh dan paralisis akan menyebar ke jantung dan sistim pernafasan (Kandel dan McKane, 1996).
Oleh karena terus-menerus kesulitan bernafas maka akhirnya akan meninggal dunia. Pada kasus yang fatal kematian biasanya terjadi dalam waktu 3 –6 hari. Clostridium botulinum adalah bakteri berbentuk batang, dalam kondisi yang buruk akan membentuk spora yang tahan panas tinggi dan pembentuk gas. Habitat alaminya sebenarnya adalah tanah yang ada di seluruh bagian dunia ini, bersifat anaerobik atau hidup tanpa udara.



BAB IV.  KESIMPULAN

Aspek mikrobiologi pada produk makanan kaleng harus menjadi perhatian oleh semua pihak baik oleh produsen makanan maupun oleh para konsumen sendiri. Konsumen harus secara seksama melihat tanda-tanda kerusakan pada kaleng karena kenampakannya dapat mencirikan adanya kerusakan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba. Kerusakan oleh keberadaan mikroorganisme dalam kemasan kaleng selain menurunkan kualitas produk juga sangat membahayakan kesehatan bahkan kematian. Dengan demikian memperhatikan aspek mikroobiologi pada berbagai produk yang dikemas dengan kaleng sangat penting dalam rangka memperoleh keamanan pangan baik individu maupun masyarakat umum.

Bakteri dalam makanan
Analisis bakteri bahan pangan akan menghasilkan status bahan pangan apakah bahan tersebut memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan atau bahan pangan tersebut tidak memenuhi standar. Bahan makanan yang tidak memenuhi standar baku mutu tidak boleh dikonsumsi.
Keberadaan bakteri di dalam bahan makanan memiliki arti yang sangat penting mengingat hal tersebut berhubungan langsung dengan manusia. Status nilai gizi, status nilai cerna, sterilitas dan bahan pencemar perlu dianalisis dengan teliti dan tepat.
Beberapa penyebab kenapa bakteri ada dalam makanan. Pertama, bahan makanan memang harus mengandung bakteri. Contohnya makanan hasil fermentasi seperti minuman berfermentasi, tempe, tapai dan lain-lain. Kedua, makanan harus tidak terdapat bakteri. Contohnya adalah makanan yang pada proses pembuatannya menggunakan sterilisasi dan pengemasannya digunakan botol/kaleng tertutup rapat dan steril. Misalnya minuman yang tertera sebagai minuman steril, minuman dengan proses sterilisasi ultra high temperatur (140 derajat Celcius selama empat detik), semua jenis makanan kalengan. Ketiga, makanan boleh terdapat bakteri tetapi jenis dan jumlah bakteri dibatasi disesuaikan dengan standar baku mutu yang telah disepakati bersama. Contohnya adalah makanan yang proses pembuatannya tidak dilakukan sterilisasi kemasan dan penyajiannya sehingga tidak steril. Makanan jenis ini contohnya sangat banyak baik yang berasal dari daging, sayur maupun buah-buahan. Keempat, makanan tidak boleh terdapat bakteri patogen (menyebabkan sakit perut, mual muntah bahkan kematian) bagi manusia. Untuk itu diperlukan kecermatan di dalam melakukan pemeriksaan makanan/minuman sejak dari cara pengambilan, membawa sampel ke laboratorium, memilih metode pemeriksaan yang tepat dan akhirnya melaporkan dengan tepat. Rangkaian tata kerja yang benar akan menghasilkan pemeriksaan yang benar dan kesimpulan yang benar. Akan tetapi bila ada unsur yang salah dalam rangkaian tersebut, hasil pemeriksaan analisis akan salah.


BAB V.  DAFTAR PUSTAKA

Frazier, W.C. and Westhoff D.C., 1988, Food Microbioloy, 4 ed, McGraw-Hill, Inc, Singapore

Fardiaz, 1982, Mikrobiologi Pangan 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Jay, J.M., 2000, Modern Food Microbiology, 6ed, Aspen Publishers, Inc., Gaithernburg, Maryland

Kandel J., L. McKane, 1996, Microbiology: Essentials and Applications, 2ed, McGRAWHILL., INC., New York

Ray, B., 2004, Fundamental Food Microbiology, 3 ed, CRC Press, Whasington DC.

Supardi I., Sukamto, 1999, Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan, Penerbit Alumni, Bandung

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA TUMBUHAN


FIRDAUS FAHDI

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA TUMBUHAN

                                                                    BAB  I
                                                             PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu kordinasi yang baik dari banyak peristiwa pada tahap yang berbeda., yaitu dari tahap biofisika dan biokimia ketahap organisme yang utuh dan lengkap.prosesnya sangat kompleksdan banyak cara yang berbeda untuk dapat memahaminya.
Pemahaman  kita terhadap perkembangan tumbuha dengan cepat, tetapi banyak aspek masih merupakan subjek yang diperdebatkan atau belum diketahui.
Kita dapat pisahkan konsep pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan menunjukkan suatu pertambahan dalam ukuran dengan menghilangkan konsep-konsep yang menyangkut perubahan kualitas seperti halnya pengertian mencapai ukuran penuh (full size) atau kedewasaan (maturity),  yang tidak relevan terhadap pengertian proses pertambahan. Meskipun demikian konsep  sederhana mengenai pertambahan-pertambahan ukuran, mengalami kesukaran juga karena banyak cara untuk mengukurnya. Pertumbuhan dapat diukur sebagai pertambahan panjang, lebar atau luas, tetapi dapat juga diukur sebagai pertambahan volume, massa, atau berat (segar atau kering). Setiap parameter ini dapat menggambarkan sesuatu yang berbeda dan jarang adanya hubungan sederhana antara mereka dalam organisme yang sedang tumbuh. Hal ini disebabkan pertumbuhan sering terjadi dalam arah dan kadar cepat yang berbeda yang satu sama lain tidak ada keterkaitan, sehingga dibandingkan linier antara luas dan volume tidak terjadi pada waktu yang bersamaan.
Masalah-masalah tersebut diatas sering merupakan kesukaran dalam mendefinisikan pertumbuhan dan ukura, yang selanjutnya ditekankan pada kenyataan bahwa pada suatu pertumbuhan tertentu, suatu parameter boleh bertambah sementara yang lain berkurang. Sebagai contoh, selama perkecambahan biji pada awalnya terjadi penyerapan air yang dapat diikuti dengan pertumbuhan yang nyata. Selanjutnya terjadi pertambahan volume dan berat basah, tetapi tidak demikian dengan berat keringnya.
Salah satu ciri organisme adalah tumbuh dan berkembang. Tumbuhan   tumbuh dari kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embrio kemudian menjadi satu individu yang mempunyai akar, batang, dan daun. Dengan demikian hewan tumbuh dari satu sel zigot menjadi embrio, kemudian berkembang menjadi satu individu tangan, kaki, kepala dll. Pertumbuhan diartikan sebagai suatu proses pertambahan ukuran atau volume serta jumlah sel secara irreversible, yaitu tidak dapat kembali ke bentuk semula. Perkembangan adalah suatu proses menuju keadaan yang lebih dewasa.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor dalam dan luar. Faktor dalam adalah faktor yang terdapat dalam tubuh organisme, antara lain sifat genetik yang ada sidalam gen dan hormon yang merangsang pertumbuhan. Sedangkan faktor luar adalah faktor lingkungan. Potensi genetik hanya akan berkembang apabila ditunjang oleh lingkungan yang cocok. Dengan demikian, karakteristik yang ditampilkan oleh hewan dan tumbuhan ditentukan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan secara bersama-sama.
Gen penentu pertumbuhan dan perkembangan terdapat didalam sel. Sel merupakan kesatuan hereditas karena didalamnya terdapat gen yang bertanggung jawab dal;am pewarisan sifat keturnan atau hereditas. Gen juga berperan sebagai pembawa kode untuk pembentukan protein enzim dan hormon. Pembentukan enzim dan hormon ini mempengaruhi berbagai reaksi metabolisme untuk mengatur dan mengendalikan pertumbuhan.
Setiap sel hidup yang berada didalam organisme akan memperoleh kelengkapan genetik yang diturunkan dari induknya dan merupakan sumber informasi untuk melaksanakan kegiatan, pertumbuhan, dan perkembangan. Informasi genetik yang tepat perlu diterima oleh setiap sel pada saat pembelahan sel terjadi, sehingga setiap organ pada tumbuhan dapat berkembang pada jalurnya yang tepat. Dengan demikian pola pertumbuhan dan perkembangan ditentukan oleh gen.
Hormon berpengaruh dalam proses pembelahan sel dan pemanjangan sel, namun ada pula hormon yang menghambat pertumbuhan. Hormon pertumbuhan pada tumbuhan misalnya auksin, giberelin, sitokinin, dan gas etilen. Asam absisat merupakan senyawa penghambat pertumbuhan. Asam traumalin merupakan hormon luka untuk menumbuhkan sel-sel apabila terluka.
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan biji diawali dari perkecambahan. Pada embrio atau lembaga terdapat plumula yang tumbuhh menjadi batang dan radikula yang tumbuhn menjadi akar. Terdapat perkecambahan epigeal dan hipogeal. Pada akhir perkecambahan, tumbuhan membentuk akar, batang dan daun. Pada ujung-ujung akar dan batang terdapat sel-sel yang senantiasa membelah diri yang dikenal sebagai jaringan meristem ujung. Proses perkecambahan dipengaruhi oleh oksigen, suhu, dan cahaya.

B.    Rumusan Masalah
1.    Apa itu pertumbuhan dan perkembangan?
2.    Faktor apa saja yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan?
3.    Bagaimana pengontrolan pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan?





BAB II
PEMBAHASAN
Pertumbuhan suatu jaringan pasti diawali dengan pertumbuhan sel yang merupakan suatu siklus. Hal ini adalah hal yang patut untuk diketahui karena tanaman sudah sering digunakan pada berbagai aplikasi teknologi, seperti kultur jaringan. Di dalam artikel ini akan dibahas mengenai pembelahan sel, perkembangan jaringan, jenis-jenis jaringan tumbuhan, dan kematian sel. Pada siklus sel terdapat dua fase besar, yaitu Interfase merupakan fase istirahat atau sel tidak melakukan pembelahan tetapi masih terdapat aktifitas di dalam sel dan mitosis merupakan sel melakukan pembelahan. Interfase terdiri dari beberapa fase, yaitu:
•    Fase G1, sel berkembang menjasi sel yang matang
•    Fase S, terjadi sintesis atau replikasi DNA
•    Fase G2, penentuan kapan sel mulai membelah karena perangkat sudah siap
Pada akhir Interfase, nukleus yang telah dibungkus oleh selubung nukleus sudah jelas terbentuk. Setelah itu pembelahan sel akan memasuki fase Mitosis.
Adapun beberapa fase yang terdapat pada Mitosis:
1.    Profase
Terjadi pergerakan sentriol ke kutub yang berlawanan dengan  dihubungkan oleh benang gelendong.
2.    Prometafase
Selubung nukleus mulai menghilang dan kromosom sudah mulai terlihat.
3.    Metafase
Kromosom menempatkan diri pada bidang ekuator.
4.    Anafase
Sentromer dan kromatid sudah membelah, masing-masing menuju kutub yang berlawanan.
5.    Telofase
Membran inti terbentuk di sekitar masing-masing kromosom.
6.    Sitokinesis
Dinding sel yang baru akan terbentuk diantara dua sel yang baru.
2.1 Perkembangan Jaringan
Jaringan tumbuhan awalnya diawalin dari biji yang terdiri dari embrio dorman, cadangan makanan, dan pelindungnya. Pada saat akan tumbuh, kadar air pada biji akan berkurang secara nutrien. Embrio merupakan hasil fertilisasi yang terjadi di dalam ovule dan akan berkembang membentuk tunas meristem nutrien dan akar meristem nutrien. Embrio ini akan terus berkembang dengan menggunakan nutrien yang terdapat di dalam endosperma melalui suspensor.
2.2 Jenis-Jenis Jaringan pada Tumbuhan
Jaringan pembentuk tumbuhan terdiri dari 3 jenis, yaitu:
1. Jaringan dermal
Salah satu jaringan dermal adalah Epidermis yang merupakan lapisan pelindung luar utama yang menyelimuti tubuh tumbuhan (seluruh daun, batang, dan akar). Sel-sel epidermis mempunyai dinding sel primer yang tebal, dan bagian luarnya dilapisi oleh lapisan lilin. Sel ini juga akan mengalami modifikasi dan membentuk stomata serta berbagai macam rambut.
Stomata adalah bukaan pada epidermis yang sebagian besar terdapat pada bawah daun dan meregulasi pertukaran gas. Stomata dibentuk oleh dua sel epidermis yang terspesialisasi yang disebut sel penjaga yang meregulasi besarnya diameter stomata. Stomata juga terdistribusi secara spesisfik berdasarkan spesies.
Rambut atau trikoma merupakan turunan dari sel epidermis dan mempunyai banyak bentuk dan umumnya ditemui pada semua bagian tumbuhan serta berfungsi untuk adsorpsi dan sekresi.
2.      Jaringan pembuluh
Jaringan pembuluh merupakan kompleks xylem-floem. Umumnya akar hanya mempunyai xylem, sedangkan batang mempunyai keduanya (xylem dan floem).
Xylem disusun oleh sel dewasa yang telah mati dan kehilangan plasma membrannya serta dinding selnya mengalami penebalan sekunder dan dilapisi lilin. Ujung  dari dinding sel ini telah terperforasi sempurna membentuk saluran yang sangat panjang. Saluran ini mempunyai hubungan yang erat dengan parenkim xylem yang secara aktif mentransport cairan keluar-masuk xylem. Fungsi dari xylem adalah membawa air dan ion terlarut pada tumbuhan.
Floem disusun oleh sel hidup dewasa yang terinterkoneksi oleh perforasi pada ujung dinding selnya yang terbentuk dari plasmodesmata yang membesar dan termodifikasi. Sel ini tersusun membentuk tabung yang disebut pembuluh ayak. Sel-sel ini tetap mempunyai membran plasma, tetapi sudah kehilangan nukleus dan banyak sitoplasma, sehingga mereka bergantung pada sel pendamping untuk metabolismenya. Sel pendamping mempunyai fungsi tambahan sebagai pengangkut molekul makanan terlarut keluar dan ke dalam pembuluh melalui dinding pembuluh yang berpori.
3.     Jaringan Dasar 
Terdiri dari 3 sel utama, yaitu parenkim, kolenkim, dan sklerenkim.
Sel parenkim ditemukan pada seluruh sistem jaringan tumbuhan. Sel ini adalah sel hidup yang dapat membelah lebih lanjut dengan dinding sel primer yang tipis. Fungsi dari sel ini adalah sel meristem apikal dan lateral pada tunas dan akar akan menyediakan sel baru untuk pertumbuhan; produksi dan penyimpanan makanan terjadi pada sel fotosintetik pada batang dan daun (sel mesofil), sel parenkim penyimpan merupakan komponen utama pembentuk buah dan sayuran; karena kemampuan membelahnya, sel parenkim juga berperan sebagai stem sel untuk memulihkan luka dan regenerasi.
Sel kolenkim merupakan sel hidup yang mirip dengan sel parenkim, tetapi mempunyai dinding sel yang jauh lebih tebal dan biasanya ditemukan pada seluruh sistem jaringan tumbuhan. Sel kolenkim mempunyai kemampuan untuk memanjang dan memberikan dukungan mekanis sebagai jaringan dasar pada daerah tumbuhan yang sedang memanjang. Sel kolenkim umum ditemukan pada daerah subepidermal batang.
Seperti kolenkim, sel sklerenkim mempunyai fungsi sebagai penguat dan pendukung tumbuhan. Sel skelerenkim merupakan sel mati dengan dinding sel sekunder tebal dari lignin yang mencegahnya untuk memanjang seiring pertumbuhan tumbuhan. Dua macam sklerenkim yang umum ditemukan adalah fiber, yang sering membentuk bundel panjang, dan sklereid yang merupakan sel pendek bercabang yang umum ditemukan pada kulit biji dan buah.
Sel lain yang juga terdapat pada jaringan tumbuhan adalah sel meristem dan sel kalus. Sel meristem adalah sel yang membentuk seluruh jaringan tanaman secara berurutan. Sel meristem apikal merupakan meristem utama yang membentuk bagian-bagian tumbuhan. Sedangkan sel kalus adalah sel yang tumbuh menutupi luka tanaman. Sel ini diproduksi dalam jumlah banyak yang belum terdiferensiasi. Saat lapisan dari jaringan tumbuhan di kultur dalam medium steril yang mengandung nutrisi dan regulator pertumbuhan yang tepat, banyak sel yang akan terstimulasi menjadi proliferasi dengan cara yang tidak tentu dan tidak teratur. Dalam beberapa tanaman (tembakau, petunia, wortel, kentang dan Arabidopsis) sel tunggal dari kultur suspensi dapat tumbuh dalam rumpun kecil yang mana tumbuhan tersebut dapat teregenerasi.
2.3 Penuaan dan Kematian Sel dan Jaringan
Semua sel akan mengalami penuaan dan kematian. Hal ini sudah diatur oleh Programmed Cell Death menjadi dua tipe, yaitu apoptosis dan autofagi. Dalam apoptosis, mitokondria juga berperan. Jalur nekrosis yang melibatkan mitokondria diawali oleh signal yang ditangkap akan mengakibatkan mitokondria melepaskan sitokrom c, Apoptosis Inducing Factor (AIF), dan endonuklease G. Sitokrom c akan berikatan dengan Apoptotic Protease Activating Factor 1 (APAF1) sehingga akan mengubah procaspase 9 menjadi caspase. Caspase inilah yang akan melakukan aopotosis.
2.4 Perkembangan dan Pertumbuhan Tumbuhan
Apabila kita membelah sebuah biji kacang tanah atau kacang-kacangan lainnya, kita akan menemukan calon individu baru yang dilengkapi cadangan makanan. Bagian-bagian tersebut adalah plumula, epikotil, hipokotil, radikula dan kotiledon.
Didalam belahan biji terdapat calon individu baru atau embrio yang dilengkapi dengan cadangan makanan. Pada tumbuhan dikotil, misalnya kacang, yang merupakan embrio adalah kuncup embrionik yang memanjang dan melekat pada kotiledon. Bagian bawah aksis (pangkal) yang melekat pada kotiledon disebut hipokotil, bagian terminal (ujung) disebut radikula. Bagian atas pangkal adalah epikotil dan ujungnya adalah plumula, yaitu pucuk dengan sepasang daun. Pada biji dikotil yang berkecambah, embrio menyerap nutrient  dari endosperm (cadangan makanan) sehingga kotiledon akan mengecil.
Pada biji monokotil, misalnya jagung, terdapat satu kotiledon yang disebut sebagai skutelum. Skutelum menyerap nutrient dari endosperma selama proses  perkecambahan. Pada perkecambahan, akar akan diselubungi oleh koleoriza dan ujung embrio akan diselubungi oleh koleoptil.

2.4.1    Perkecambahan
Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dam perkembangan embrio. Hasil perkecambahan adalah munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar.
Berdasarkan letak kotiledon pada saat berkecambah, dikenal dua macam tipe perkecambahan, yaitu hypogeal dan epigeal.
a.    Perkecambahan Hipogeal
    Pada perkecambahan hipogel, terjadi pertumbuhan memanjang dari epikotil yang menyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dam muncul diatas tanah. Kotiledon tetap berada dalam tanah. Contoh perkecambahan hypogeal adalah kacang kapri.
b.    Perkecambahan Epigeal
    Pada perkecambahan epigel, hipokotil tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah. Pada perkecambahan epigeal terjadi pada kacang hijau dan kacang tanah.





2.4.2    Fisiologi Perkecambahan
    Embrio yang talah tumbuh belum memiliki klorofil, sehingga embrio belum dapat membuat makanannya sendiri. Pada tumbuhan, secara umum makanan untuk pertumbuhan emrio berasal dari endosperma.
    Perkecambahan dimulai dengan proses penyerapan air ke dalam sel-sel. Proses ini merupakan proses fisika. Masuknya air pada biji menyebabkan enzim aktif bekerja. Bekerjanya enzim merupakan proses kimia. Enzim amylase bekerja memecah tepung menjadi maltosa, selanjutnya maltosa dihidrolisis oleh maltase menjadi glukosa.  Protein juga dipecah menjadi asam-asam amino. Senyawa glukosa masuk ke proses metabolisme dan di dipecah menjadi energi atau diubah menjadi senyawa karbohidrat yang enyusun struktur tubuh. Asam-asam amino dirangkaikan menjadi protein yang berfungsi untuk menyusun struktur sel dan menyusun enzi-enzim baru. Asam-asam lemak terutama dipakai untuk menyusun membrane sel
    Proses perkecambahan dipengaruhi foleh okssigen, suhu, dan cahaya. Oksigen dipakai dalam proses oksidasi sel untuk menghasilkan energi. Perkecambahan memerlukan suhu yang tepat untuk aktivasi enzim. Perkecambahan tidak dapat berlangsung pada suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi dapat merusak enzim. Pertumbuhan umumnya berlangsung baik dalam keadaan gelap. Perkecambahan memerlukan hormone auksin dan hormone itu mudah mengalami kerusakan pada intensitas cahaya yang tinggi. Karena itu ditempat gelap kecambah tumbuh lebih panjang daripaa ditempat terang.

2.4.3    Pertumbuhan Primer
    Pada akhir proses perkecambahan, tumbuhan membentuk akar, batang dan daun. Pada ujung batang dan ujung akar terdapat sel-sel meristem yang dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel yang memiliki struktur dan fungsi yang khusus. Aktivitas sel-sel meristem menyebabkan akar dan batang tumbuh memanjang. Proses pertumbuhan ini disebut pertumbuhan primer. Pertumbuhan primer batang dapat diukur secara kuantitatif, misalnya dengan alat yang dinamakan auksanometer.(Gambar 2.1)


Gambar 2.1. Daerah pertumbuhan ujung akar.  
    Daerah pertumbuhan pada ujung batang dan ujung akar di belakang meristem apical menurut aktivitasnya dapat dibedakan menjadi 3 daerah berikut:
a.    Daerah pembelahan sel, terdapat di bagian ujung. Sel-sel didaerah ini aktif membelah, dan sifatnya tetap meristematik.
b.    Daerah perpanjangan sel, terletak dibelakang daerah pembelahan, merupakan daeran dengan ciri tiap sel memiliki aktivitas untuk membesar dan memanjang.
c.    Daerah diferensiasi, merupakan daerah yang sel-selnya berdiferensiasi menjadi sel-sel yang memiliki struktur dan fungsi khusus. Meristem ujung batang membentuk primordia daun.Pada sudut antara daun dan batang terdapat sel-sel yang dipertahankan sebagai sel-sel meristematik. Bagian ini nantinya akan berkembang menjadi cabang. Dibelakang daerah diferensiasi terdapat jaringan permanent.

Pertumbuhan primer terjadi sebagai hasil pembelahan sel-sel jaringan meristem primer. Berlangsung pada embrio, bagian ujung-ujung dari tumbuhan seperti akar dan batang. Embrio memiliki 3 bagian penting, yaitu :
a.    Tunas embrionik yaitu calon batang dan daun
b.    Akar embrionik yaitu calon akar
c.    Kotiledon yaitu cadangan makanan

Gambar 2.2. Embrio Tumbuhan
2.4.4    Pertumbuhan Sekunder
    Jaringan permanen sebagai hasil diferensiasi pada ujung batang dan ujung akar dikotil terdiri dari jaringan epidermis , parenkima, kolenkima, sklerenkima, protofloem, dan protoxilem. Sedangkan jaringan cambium masih tetap bersifat meristematik.
    Jaringan cambium memiliki kemampuan membelah secara mitosis. Jika sel cambium membelah kearah luar, akan membentuk sel floem dan yang dalam tetap sebagai kambium. Sebaliknya jika membelah kearah dalam, sel akan membentu xylem dan yang luar tetap sebagai cambium.Jadi selama proses pembelahan ini, jaringan cambium tetap dipertahankan.
    Xilem dan floem yang terbentuk dari aktivitas kambium ini disebut xylem sekunder dan floem sekunder.pertambahan jumlah sel floem dan xylem sekunder menyebabkan diameter batang bertambah besar. Aktivitas cambium yang membentuk xylem dan floem sekunder ini merupakan pertumbuhan sekunder. Aktivitas pembentukan xylem dan floem sekunder pada batang dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau, lapisan yang terbentuk lebih tipis daripada pada saat musim penghujan. Perbedaan pertumbuhan ini membuat formasi yang disebut lingkaran tahun.

Gambar 2.3. Lingkaran tahun pada batang dikotil

Gambar 2.4. Irisan melintang batang kayu

2.5    Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
    Banyak faktor alasan atau penyebab yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan, tanaman, pohon, dll. Apabila faktor tersebut kebutuhannya tidak terpenuhi maka tanaman tersebut bisa mengalami dormansi / dorman yaitu berhenti melakukan aktifitas hidup. Faktor pengaruh tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor lingkungan dan faktor hormon.
2.5.1. Faktor Lingkungan
1. Faktor Suhu / Temperatur Lingkungan
Tinggi rendah suhu menjadi salah satu faktor yang menentukan tumbuh kembang, reproduksi, juga kelangsungan hidup dari tanaman, fotosintesis, respirasi dan transpirasi.
Suhu juga berpengaruh terhadap kerja enzim. Suhu yang baik bagi tumbuhan adalah antara 22 derajat celcius sampai dengan 37 derajat selsius. Temperatur yang lebih atau kurang dari batas normal tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat atau berhenti.
2. Faktor Kelembaban / Kelembapan Udara
Kadar air dalam udara dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan. Tempat yang lembab menguntungkan bagi tumbuhan di mana tumbuhan dapat mendapatkan air lebih mudah serta berkurangnya penguapan yang akan berdampak pada pembentukan sel yang lebih cepat. Jika kelembapan udara rendah, penguapan akan meningkat sehingga penyerapan nutrien pun semakin banyak. Keadaan ini akan memacu pertumbuhan tanaman.
Kandungan zat organik juga dipengaruhi oleh kelembapan tanah. Semakin tinggi kandungan bahan organik dalam tanah , semakin banyak pula jumlah air yang dapat diikat. Keadaan ini dapat mengurangi kepadatan struktur tanah sehingga porositas dan sirkulasi menjadi baik, tanaman juga menjadi lebih subur.
3. Faktor Cahaya Matahari
Sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman itu bisa tampak pucat dan warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru sinar mentari dapat menghambat proses pertumbuhan. Dalam keadaan tidak ada cahaya, auksin merangsang pemanjangan sel-sel sehingga tumbuhan tumbuh lebih panjang. Sebaliknya, dalam keadaan banyak cahaya, auksin mengalami kerusakan sehingga tumbuhan tumbuh lebih pendek.
Cahaya dibutuhkan dalam fotosintesis. Dengan demikian cahaya berpengaruh langsung pada tersedianya makanan. Klorofil dibuat dari hasil-hasil fotosintesis. Tumbuhan yang tidak terkena cahaya tidak dapat membentuk klorofil sehingga daun menjadi pucat. Akan terapi, jika intensitas cahaya terlalu tinggi, klorofil akan rusak.
    Fotoperiodisme
    Intensitas cahaya dan lama penyinaran berpengaruh terhadap tumbuhan, terutama terhadap kegiatan vegetatif dan kegiatan reproduksi tumbuhan. Didaerah tropis, lama hari siang dan malam kira-kira sama yaitu 12 jam. Didaerah yang memiliki empat musim, lama siang hari dapat mencapai 16-20 jam. Respons tumbuhan terhadap lama penyinaran yang bervariasi disebut fotoperiodisme. Respons tumbuhan terhadap fotoperiodik  dapat berupa pembungaan, dormansi, perkecambahan, dan perkembangan. Respon ini dikendalikan oleh pigmen yang mengabsorpsi cahaya, yaitu fitokrom.
    Berdasarkan pengaruh lamanya siang, tumbuhan dibedakan menjadi berikut ini.
1.    tumbuhan hari pendek, tumbuhan ini berbunga pada akhir musim panas atau musim gugur, pada saat matahari bersinar kurang dari 12 jam. Tumbuhan hari pendek misalnya aster, dahlia, stroberi, krisan, ubi jalar.
2.    tumbuhan hari panjang, tumbuhan ini berbunga pada musim semi dan awal musim panas, yaitu pada saat matahari bersinar selama lebih dari 12 jam, biasanya antara 14-16 jam sehari. Contohnya gandum, kentang, selada, bayam, bit, lobak dan kol.
3.    tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika mendapat penyinaran sekitar 12 jam sehari. Contohnya adalah kacang dan tebu.
4.    tumbuhan hari netral, tumbuhan yang pembungaannya tidak tergantung pada panjang penyinaran, misalnya mawar, bunga matahari, anyelir, tomat dan kapas.
Tumbuhan hari panjang menjadi tidak berbunga jika waktu terang diperpendek. Sebaliknya, tumbuhan hari pendek tidak berbunga jika waktu terang diperpanjang. Tumbuhan hari sedang tidak berbunga bila mendapat penyinaran kurang dari atau lebih lama dari 12 jam. Beberapa tumbuhan hari panjang dapat berbunga jika diberi giberelin atau sitokinin.
4.    Nutrien dan Air
Tumbuhan memerlukan nutrien untuk pertumbuhan dan perkembangan. Nutrien atau zat makanan terdiri dari unsur-unsur atau senyawa-senyawa kimia. Nutrien yang diperlukan merupakan sumber energi dan sumber materi untuk sintesis berbagai komponen sel yang diperlukan selama pertumbuhan.
Nutrien tumbuhan umumnya diambil dari dalam tanah dalam bentuk ion, dan beberapa diambil dari udara. Unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah banyak disebut unsur makro atau makronutrien. Unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit disebut unsur mikro atau mikronutrien. Macam-macam unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan dapat diketahui melalui dua cara, yaitu dengan analisis abu dan analisis dengan pemeliharaan tumbuhan di air atau di pasir. Berbagai nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Berbagai nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan
Nutrien    Bentuk yang tersedia    Fungsi Uutama    Gejala Kekurangan
Makronutrien
Karbon (C)    CO2 (udara)    Penyusun bahan organik (karbohidrat, lemak, protein, enzim dan turunannya )    Pertumbuhan dan metabolisme terhambat, akhirnya mati
Hidrogen (H)    H2O (air)    Penyusun bahan organik (karbohidrat, lemak, protein, enzim dan turunannya)    Pertumbuhan dan metabolisme terhambat, akhirnya mati
Oksigen (O)    O2 (udara), H2O (air)     Penyusun bahan organik (karbohidrat, lemak, protein, enzim dan turunannya)    Pertumbuhan dan metabolisme terhambat, akhirnya mati
Fosfor (P)    H2PO4,HPO4-    Penyusun asam nukleat, fosfolipid membran sel, ATP, NADP, koenzim    Pertumbuhan terhambat, daun berwarna hijau tua, daun bebercak kemerahan, ada bagian yang mati
Kalium (K)    K+    Kofaktor atau aktivator enzim dalam sintesis protein dan metabolisme karbohidrat, untuk menjaga keseimbangan ion    Perubahan karbohidrat terhambat, daun bercak-bercak kuning
Nitrogen (N)    NO3-, NH4+, dari tanah    Penyusun asam amino, protein, asam nukleat, klorofil, hormon, dan enzim    Pertumbuhan terhambat, daun pucat dan kuning
Sulfur (S)    SO42-    Penyusun asam amino sistein dan metionin, koenzim-A dan beberapa vitamin: tiamin dan biotin    Daun mengalami klorosis (menguning)
Kalsium (Ca)    Ca2+    Menjaga permeabilitas membran, membentuk garam asam pektat dalam lamela tengah kofaktor enzim dalam metabolisme karbohidrat    Pertumbuhan terhambat, gangguan aktivitas meristem ujung akhirnya mati, klorosis
Besi (Fe)    Fe3+, Fe2+    Berperan dalam pembentukan klorofil; merupakan komponen penting enzim sitokrom, peroksidase, dan  katalase    Pertumbuhan terhambat, gangguan aktivitas meristem ujung akhirnya mati, klorosis
Magnesium (Mg)    Mg2+    Penyususn klorofil dan kofaktor enzim dalam metabolisme karbohidrat    Klorosis dari batang bawah dan dari ujung daun, pucat dan mati
Mikronutrien
Boron (B)    H3BO3    Berperan dalam translokasi gula    Ujungg batang mengering dan rusak
Mangan (Mn), Molibdenum (Mo)    Mn2+, MoO4    Komponen enzim yang mereduksi nitrat menjadi nitrit, penting untuk fiksasi N pada bakteri    Pertumbuhan terhambat
Seng (Zn)    Zn2+    Dibutuhkan dalam sintesis triptofan (prekursor auksin), aktivator beberapa enzim dehidrognase, dan berperan dalam sintesis protein     Ukuran daun dan panjang ruas-ruas jadi berkurang
Tembaga (Cu)    Cu+; Cu2+    Berperan dalam transfer elektron didalam kloroplas; komponen enzim yang berperan dalam reaksi redoks    Daun muda berwarna hijau tua, daun  berguguran
Klor (Cl)    Cl-    Aktivator fotosintesis dan kesetimbangan ionik    Daun layu kemudian klorosis, akar pendek dan menebal

2.5.2.    Faktor Hormon
Hormon pada tumbuhan juga memegang peranan penting dalam proses perkembangan dan pertumbuhan. Hormon tumbuhan sering disebut fitohormon. Hormon tumbuhan merupakan senyawa  organik yang dibuat pada suatu  bagian tumbuhan daan kemudian diangkut kebagian lain, yang dengan konsentrasi rendah menyebabkan suatu dampak fisiologis. Peran hormon merangsang pertumbuhan, pembelahan sel, dan ada yang menghambat pertumbuhan.
Berikut akan dijelaskan hormon-hormon apa saja yang berperan dalam Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
a.    Auksin
Berkat penelitian F.W Went (1926-1928), sekarang kita tahu adanya zat yang dihasilkan oleh ujung tumbuhan yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Zat itu disebut auksin. Pada awalnya zat ini ditemukan Went pada ujung koleoptil kecambah sejenis gandum (Avena sativa). Ternyata, auksin juga dapat ditemukan diujung batang dan akar serta ditempat pembentukan bunga, buah dan daun. Fungsi auksin adalah sebagai pengatur pembesaran sel dan memacu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Pengaruh auksin yang lain adalah merangsang pembelahan sel-sel kambium, meningkatkan perkembangan bunga dan buah, merangsang perkembangan akr lateral, dan menyebabkan pembengkokan batang.
Penyebaran auksin pada batang tidka merata sehingga menyebabkan pemanjangan  sel tidak merata. Sel-sel yang mengandung lebih banyak auksin berukuran lebih panjang daripada yang mengandung sedikitb auksin. Akibatnya batang membengkok. Pembengkokan batang yang diakibatkan oleh arah datangnya cahaya ternyata juga berhubungan dengan penyebaran auksin. Batang yang terkena cahaya memiliki auksin yang lebih sedikit, karena auksin mengalami kerusakan bila terkena cahaya. Bagian batang yang tidak terkena cahaya mempunyai lebih banyak auksin sehingga tumbuh lebih panjang daripada bagian yang terkena cahaya. Akibatnya, batang membengkok menuju arah datangnya cahaya.



 

Gambar 2.5. Distribusi auksin pada kecambah






Gambar 2.6. Pertumbuhan ujung akar dan ujung  batang

Hormon auksin pertama kali diisolasi adalah IAA (indole acetic acid) atau asam indol asetat. Sebagian besar IAA disintesis diujung batang, ujung akar, ujung tunas, daun muda, bunga dan buah serta sel-sel kambium.
Auksin berperan di dalam :
1.    Pembentukan akar adventif pada tanaman yang dibiakkan dengan stek.
2.    Pembentukan buah partenokarpi, yaitu pembentukan buah tanpa terjadi pembuahan, dapat dihasilkan secara buatan dengan cara memberi auksin paa putiknya. Buah yang dihasilkan adalah buah tanpa biji.
3.    Menghambat pertumbuhan tunas samping (lateral). Jika suatu tunas ujung tanaman, misalnya jeruk kita pangkas, maka tunas-tunas yang ada diketiak daun akan berkembang. Pada awalnya, pertumbuhan tunas-tunas ketiak atau tunas lateral itu terhalang oleh tunas yang ada di ujung. Keadaan ini dikenal dengan dominansi apikal atau dominansi pucuk.
4.     Mempercepat terjadinya diferensiasi didaerah meristem dan daerah pengguguran (absisi) sehingga mencegah rontoknya daun bunga, dan buah.
b.    Giberelin
Giberelin pertama kali ditemukan oleh F. Kurosawa (1926) pada saat ia mempelajari penyakit pada padi. Kurosawa menemukan bahwa padi yang terserang jamur Giberella fujikuroi mengalami pertumbuhan cepat, batangnya tinggi dan berwarna pucat. Setelah diisolasi, senyawa yang dihasilkan jamur tersebut diberi nama Giberelin. Ada berbagai jenis giberelin yang ditemukan dalam berbagai jenis tumbuhan, yaitu GA1,GA3,GA4 dan GA7. Dari berbagai giberelin tersebut, GA3 yang diisolasi dari jam ur Giberella fujikuroi paling banyak dikenal dan terkenal dengan nama asam giberelik.
Giberelin ditemukan pada semua bagian tanaman, misalnya pucuk batang, ujung akar, binga, buah dan terutama pada biji. Fungsi giberelin adalah:
1.    Merangsang pembelahan sel
2.    Merangsang aktivitas enzim amilase dan proteinase yang berperan dalam perkecambahan
3.    Merangsang pembentukan tunas
4.    Menghilangkan dormansi biji
5.    Merangsang pertumbuhan buah secara partenogenesis.
c.    Sitokinin
Sitokinin dapat ditemukan pada jarinngan yang aktif membelah. Sitokinin yang oertama kali ditemukan adalah kinetin. Struktur kimia sitokinin lebih sederhana dibanding giberelin dan auksin. Sitokinin yang umum digunakan adalah kinetin. Selain kinetin, contoh sitokinin adalah zeatin (ditemukan pada jagung) dan BAP (6-benzilaminopurin)
Fungsi sitokinin adalah:
1.    Merangsang pembelahan sel (sitokinesis)
2.    Merangsang pembentukan tunas pada batang maupun pada kalus
3.    Menghambat efek dominansi apikal oleh auksin
4.    Mempercepat pertumbuhan memanjang
d.    Gas Etilen
Etilen adalah gas yang dikeluarkan oleh buah yang sudah tua. Jika buah yang sudah tua diletakkan ditempat yang tertutup, maka buah akan cepat masak. Hal ini disebabkan karena buah tersebut mengeluarkan gas etilen yang mempercepat pemasakan buah. Para pedagang sering memeram buah dengan gas etilen agar cepat masak. Dengan bahasa pasaran gas etilen disebut sebagai karbit.
Selain berperan dalam pemasakan buah, etilen juga menyebabkan pertumbuhan batang menjadi tebal, untuk menahan pengaruh angin. Kombinasi etilen dengan hormon lain dapat memberikan efek yang menguntungkan. Misalnya, gas etilen dengan auksin dapat memacu pembungaan pada mangga dan nanas. Kombinasi etilen dengan giberelin dapat mengatur tumbuhnya bunga jantan dan bunga betina.
e.    Asam Absisat
Tidak semua hormon pada tumbuhan berfungsi memacu pertumbuhan, karena ada beberapa yang justru menghambat pertumbuhan, misalnya asam absisat. Secara umum fungsi asam absisat adalah:
1.    Menghambat pembelahan dan pemanjangan sel
2.    Menunda pertumbuhan atau dormansi, sehingga membantu tumbuhan bertahan dalam kondisi yang buruk
3.    Merangsang penutupan mulut daun pada musim kering, sehingga mengurangi aktivitas transpirasi
4.    Membantu peluruhan daun pada musim kering, sehingga tumbuhan tidak kekurangan air melalui transpirasi (penguapan).
f.    Asam Traumalin
Asam traumalin dianggap sebagai hormon luka, karena merangsang pembelahan sel-sel dibagian tumbuhan yang luka. Dengan demikian bagian yang luka akan tertutup.
g.    Kalin
Hormon kalin berfungsi merangsang pembentukan organ tumbuhan. Hormon ini dibedakan atas rizokalin untuk merangsang pembentukan akar; kaulokalin untuk merangsang pembentukan batang: filokalin untuk merangsang pembentukan daun; dan antokalin atau florigen untuk merangsang pembentukan bunga.


BAB III
PENUTUP

•    Kesimpulan :
1.    Pertumbuhan dan perkembangan organisme merupakan hasil dari pembelahan sel, pembesaran sel, serta diferensiasi sel.
2.    Pada tumbuhan terdapat dua macam pertumbuhan, yaitu pertumbuhanprimer yang terjadi pada meristem ujung batang dan ujung akar, dan pertumbuhan sekunder yang terjadi pada kambium batang dikotil.
3.    Pertumbuhan primer terjadi karena aktivitas titik tumbuih pada ujung batang dan ujung akar.
4.    Pertumbuhan sekunder terjadi karena aktivitas kambium pada tumbuhan dikotil.
5.    Proses pertumbuhan pada tumbuhan dikendalikan secara genetis dan dipengaruhi oleh hormon serta faktor lingkungan, seperti nutrien, cahaya, suhu, air, oksigen dan kelembapan. Hormon-hormon pada tumbuhan misalnya auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, gas etilen, asam traumalin, dan kalin.
6.    Tumbuhan memerlukan nutrien untuk pertumbuhan dan perkembangan. Nutrien atau zat makanan terdiri dari unsur-unsur atau senyawa kimia. Nutrien yang diperlukan merupakan sumber energi dan materi untuk sintesis berbagai komponen sel yang dibutuhkan selama perkembangan dan pertumbuhan.
7.    Sel meristem adalah sel yang membentuk seluruh jaringan tanaman secara berurutan. Sel meristem apikal merupakan meristem utama yang membentuk bagian-bagian tumbuhan. Sedangkan sel kalus adalah sel yang tumbuh menutupi luka tanaman.
8.    Asam traumalin dianggap sebagai hormon luka karena merangsang pembelahan sel-sel di bagian yang luka.


 

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, D.A. 2003. Buku Penuntun Biologi. Jakarta : Erlangga
Pujianto, Sri. 2004. Khazanah Pengetahuan Biologi. Solo : Tiga serangkai
Prawirahartono, Slamet. 2004. Sains Biologi. Jakarta : Bumi Aksara
Tim Dosen fisiologi Tumbuhan. 2008. Fisiologi Tumbuhan. Medan: FMIPA UNIMED
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_dan_Perkembangan_Sel_Tumbuhan


KEANEKARAGAMAN FAUNA



FIRDAUS FAHDI
                                                      

KEANEKARAGAMAN FAUNA    

                                                                 BAB I


                                                         PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Peran biologi tanah dalam meningkatkan produktivitas lahan menjadi semakin penting ke depan ini karena makin meluasnya lahan pertanian yang salah kelola dan makin terbatasnya sumber daya pupuk anorganik.Berbagai jenis mikroba dan fauna tanah telah diketahui berpotensi sebagai pupuk hayati dan berbagai atribut biologi tanah mulai banyak digunakan sebagai indikator kualitas dan kesehatan tanah. Untuk itu, dalam eksplorasi dan telaah pemanfaatan biologi tanah perlu ditunjang oleh suatu penuntun analisis yang memadai agar data yang dihasilkan dapat diandalkan dalam menyusun teknologi pengelolaan tanah yang tepat.
Indonesia merupakan salah satu negara disebut “Mega Biodiversity” setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia, yang mana dari setiap jenis tersebut terdiri dari ribuan plasma nutfah dalam kombinasi yang cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu. Secara total keanekaragaman hayati di Indonesia adalah sebesar 325.350 jenis flora dan fauna. Keanekaragaman adalah variabilitas antar makhluk hidup dari semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan komplek ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka margasatwa,taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).
Pada saat ini, informasi mengenai keanekaragaman fauna tanah khususnya mesofauna tanah. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan inventarisasi, sehingga dapat membantu dalam penyediaan data yang diperlukan untuk referensi bagi pihak pengelola. Mesofauna tanah adalah hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 0,16-10,4 mm. Menurut Setiadi (1989), peranan terpenting dari organisme tanah di dalam ekosistemnya adalah sebagai perombak bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan hijau. Nutrisi tanaman yang berasal dari berbagai residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi sehingga terbentuk humus sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Dapat dikatakan bahwa peranan ini sangat penting dalam mempertahankan dinamika ekosistem alam. Selain itu Suharjono (1997), menyebutkan beberapa jenis fauna permukaan tanah dapat digunakan sebagai petunjuk (indikator) terhadap kesuburan tanah atau keadaan tanah. Keberadaan mesofauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah, sehingga perlu diketahui seberapa besar faktor lingkungan mempengaruhi keberadaan mesofauna tanah.

 B.TUJUAN

     Mengetahui jenis- jenis fauna tanah berdasarkan ukurannya.
     Mengetahui manfaat dari fauna tanah bagi kehidupan mahluk hidup.
     Mengetahui habitat yang paling banyak dihuni oleh fauna tanah dalam suatu lokasi.




                                                                          BAB II
                                                                   PEMBAHASAN


2.1. Lingkungan Tanah
    Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994).
Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, tembaga, seng dan mineral esensial lainnya. Dengan semua ini, tumbuhan mengubah karbon dioksida (dimasukkan melalui daun) menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung. Bersamaan dengan suhu dan air, tanah merupakan penentu utama dalam produktivitas bumi (Kimball, 1999).
    Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997).
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah.
    Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah  berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
    Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut Collembola golongan indifferen. Metode yang digunakan pada pengukuran pH tanah ada dua macam, yaitu secara kalorimeter dan pH meter.
Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban serta kondisi-kondisi serasi (Sutedjo dkk., 1996).

2.2. Fauna Tanah

   Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Beberapa fauna tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
    Burges dan Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), menjelaskan bahwa secara garis besar proses perombakan berlangsung sebagai berikut : pertama-tama perombak yang besar atau makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. Butiran-butiran tersebut dapat dimakan oleh oleh mesofauna dan atau makrofauna pemakan kotoran seperti cacing tanah yang hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses pula. Materi terakhir ini akan dirombak oleh mokroorganisme terutama bakteri untuk diuraikan lebih lanjut. Selain dengan cara tersebut, feses juga dapat juga dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan dan diuraikan lebih lanjut oleh mikroorganisme terutama bakteri hingga sampai pada proses mineralisasi. Melalui proses tersebut, mikroorganisme yang telah mati akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan lagi. Dengan melihat proses aliran energi yang dikemukakan oleh Burges and Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), dapat dikatakan bahwa tanpa adanya keberadaan mesofauna tanah, proses perombakan materi (dekomposisi) tidak akan dapat berjalan dengan baik.


2.3. Peranan Fauna Tanah

Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara berlangsung secara kontinyu. Arief (2001), menyebutkan, terdapat suatu peningkatan nyata pada siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan yang ditambahkan mesofauna tanah sebesar 20%-50%.
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara :
    1). Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur,
    2). Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin,
    3). Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus,
    4). Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,
    5). Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah.

     Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001). Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa dalam suatu habitat hutan hujan tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis semut, lebah dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4 kali peranan jenis-jenis vertebrata.
Organisme-organisme yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), di mana terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteria dan golongan-golongan organisme lainnya (Sutedjo dkk., 1996).
Serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror dkk., 1992). Wallwork (1976), menegaskan bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah:
•    Struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi;
•    kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup;
•    suhu tanah mempengaruhi peletakan telur; 4) cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.
Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.
Keanekaragaman fauna tanah pada musim atau tipe permukaan tanah yang berbeda memiliki perbedaan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian Suhardjono dkk. (1997), yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan keanekaragaman suku yang tertangkap pada musim dan lokasi yang berbeda. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Mercianto dkk. (1997), diketahui bahwa pada keanekaragaman tegakan yang berbeda terdapat perbedaan mengenai keanekaragaman jumlah suku dari serangga tanah (tegakan Dipterocarpaceae dan Palmae, tegakan Dipterocarpaceae, serta tegakan Dipterocarpaceae dan Rosaceae).

2.4. Keanekaragaman Fauna Tanah

    Pengelompokan terhadap fauna tanah sangat beragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga Vertebrata. Fauna tanah dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya dan kegiatan makannya. Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya fauna tanah digolongkan menjadi golongan epigeon, hemiedafon dan eudafon. Fauna epigeon hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan organik tanah, dan yang eudafon hidup pada tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan makannya fauna tanah ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungifora dan predator (Suin, 1997). Sedangkan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya menurut Wallwork μ - 1 cm) dan makrofauna (lebih dari 1 cm). Menurut Suhardjono dan Adisoemarto (1997), berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan menjadi:
    Mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran tubuh < 0.15 mm, seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya Nematoda,
    Mesofauna adalah kelompok yang berukuran tubuh 0.16 – 10.4 mm dan merupakan     kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki seribu dan kalajengking,
    Makrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran panjang tubuh > 10.5 mm, sperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga vertebrata kecil.
Odum (1998), menyebutkan bahwa mesofauna tanah meliputi nematoda, cacing-cacing oligochaeta kecil enchytracid, larva serangga yang lebih kecil dan terutama apa yang secara bebas disebut mikroarthropoda; dari yang akhir, tungau-tungau tanah (Acarina) dan springtail (Collembola) seringkali merupakan bentuk-bentuk yang paling banyak tetap tinggal dalam tanah. Beberapa contoh organisme yang khas yang diambil dari tanah dengan menggunakan alat yang dikenal dengan corong Barlese atau corong Tullgren yang serupa, diantaranya : dua kutu oribatida (Elulomannia, Pelops); proturan (Mikroentoman); japygida (Japyx); thysanoptera; simpilan (Scolopendrella); pauropoda (Pauropus); kumbang pembajak (Staphylinidae); springtail atau collembola (Entomobrya); kalajengking semu (cheloneathid); miliped (diplopoda); centipede (chilopoda); larva kumbang scarabarida atau “grub”.
Menurut Hole (1981) dalam Rahmawaty (2000), fauna tanah dibagi menjadi dua golongan berdasarkan caranya mempengaruhi sistem tanah, yaitu:
    Binatang eksopedonik (mempengaruhi dari luar tanah), golongan ini mencakup binatang-binatang berukuran besar, sebagian besar tidak menghuni sistem tanah, meliputi Kelas Mammalia, Aves, Reptilia, dan Amphibia.
    Binatang endopedonik (mempengaruhi dari dalam tanah), golongan ini mencakup binatang-binatang berukuran kecil sampai sedang (diameter < 1 cm), umumnya tinggal di dalam sistem tanah dan mempengaruhi penampilannya dari sisi dalam, meliputi Kelas Hexapoda, Myriopoda, Arachnida, Crustacea, Tardigrada, Onychopora, Oligochaeta, Hirudinea, dan Gastropoda.

Mesofauna tanah merupakan penghuni lingkungan tanah yang memberikan sumbangan energi dari suatu ekosistem. Hal ini disebabkan karena kelompok fauna tanah dapat melakukan penghancuran terhadap materi tumbuhan dan fauna yang telah mati. Dalam Wallwork (1976), menyebutkan serangga tanah berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu.

2.5.Faktor Abiotik dan Jumlah Mesofauna Tanah

    Rata-rata suhu udara pada lahan hutan adalah 23,40 C, suhu tanah rata-rata adalah 25,90 C, dan pH tanah rata-ratanya adalah 6,6. Sedangkan jumlah mesofauna tanah yang diperoleh adalah sebanyak 775 individu. Rata-rata suhu udara pada lahan berumput adalah 29,6 0 C, suhu tanah rata-ratanya adalah 32,1 0 C.
Metode PCT (Pencuplikan Contoh Tanah), pada lahan berumput ditemukan 3 filum mesofauna tanah yaitu: Nematoda, Mollusca dan Arthropoda. Pada lahan hutan juga ditemukan 3 filum mesofauna tanah yang sama seperti pada tipe lahan berumput. Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan Indeks Shannon diperoleh hasil, bahwa pada tipe lahan berumput memiliki nilai keanekaragaman 2,066 sedangkan pada tipe lahan hutan diperoleh indeks Shannon sebesar 1,598. Berdasarkan Magurran (1988) dalam Rahmawaty (2000) nilai Indeks Shannon pada kedua tipe lahan ini masih berada dalam satu kategori yaitu keanekaragaman sedang, yang nilainya berkisar antara 1,5-3,5. Bila dilihat dari tingkat Famili, pada tipe lahan berumput memiliki 24 Famili (suku) sedangkan pada lahan hutan memiliki 23 Famili. Sedangkan untuk tingkat ordonya, pada lahan hutan dan lahan berumput berturut turut adalah 15 Ordo dan 13 Ordo.
Setelah dilakukan pengurutan persentase terbesar sampai tiga tingkatan, pada kedua tipe lahan didominasi oleh Acari. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Borror dkk. (1996), bahwa Acari banyak terdapat di dalam tanah dan reruntuhan organik, dan biasanya jumlahnya melebihi Arthropoda lainnya. Pada lahan hutan urutan pertama ditempati oleh Famili Termitidae (59,74 %), hal ini disebabkan karena pada saat pengambilan sampel dilakukan di dekat sarang dari Famili ini. Banyaknya individu yang
Diperoleh juga disebabkan karena jenis ini merupakan jenis yang hidup berkoloni dan tersusun dalam kasta-kasta, sehingga jumlahnya sangat banyak. Hal ini terbukti dengan adanya kasta pekerja, prajurit dan calon raja (kalekatu) yang dimukan pada sampel tanah.
Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa serangga sosial (jenis-jenis semut, lebah dan rayap), dalam siklus energi memiliki peran sampai 4 kali lipat bila dibandingkan dengan jenis-jenis vertebrata. Dalam Arief (2001), mengatakan kehidupan Termitidae pada hakekatnya merupakan kelompok yang sistem kehidupannya tertutup. Individu yang nampak tidak sehat ataupun yang mati akan dimakan oleh koloni mesofauna itu sendiri. Hasil dari pelumatan dan pengunyahan tersebut akan menambah kandungan bahan organik di tanah. Kelompok Termitidae juga membangun sarang dengan membuat bukui-bukit kecil, serta dilengkapi dengan saluran-saluran. Saluran yang terbentuk mempengaruhi porositas tanahnya. Lapisan tanah yang berada di sekitar sarang Termitidae juga mengandung lebih banyak bahan organik daripada tanah yang ada di sekitarnya. Selain itu, Termitidae juga merupakan perombak utama sumber daya hutan kayu hingga mencapai 80 % dalam waktu 8 bulan. Kelompok ini juga merupakan perombak primer dari serasah tanaman di permukaan tanah dan perombak humus di dalam tanah. Untuk urutan kedua dan ketiga pada lahan hutan ditempati oleh Famili Ixodidae dan Formicidae.
Untuk urutan pertama pada lahan berumput ditempati oleh Famili Ixodidae (27,72 %). Jenis ini merupakan laba-laba pemakan tumbuh-tumbuhan dan daun-daunan dan menyerang berbagai tumbuhan. Kadang-kadang terdapat dalam jumlah yang sangat besar (Borror dkk., 1996). Famili Tetranychidae menempati urutan kedua pada lahan berumput yaitu sebanyak 282 individu atau 21,89 %. Sedangkan pada lahan hutan ditempati oleh Famili Ixodidae yaitu 86 individu atau 11,10 %. Urutan ketiga dari persentase jumlah individu pada penutupan lahan berumput serta penutupan lahan hutan ditempati oleh Famili Formicidae. Namun pada lahan berumput memiliki persentase yang lebih besar (234 individu atau 18,17 %) dibandingkan pada penutupan lahan hutan (74 individu atau 9,55 %). Hal ini diduga karena pada penutupan lahan berumput merupakan habitat yang tersedia makanan dan tempat untuk mencari makan bagi Formicidae. Arief (2001), menyebutkan keberadaan mesofauna dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dengan tersedianya energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah.
Famili Formicidae (semut) memiliki cara hidup yang sama dengan jenis Termitidae (rayap), yaitu hidup berkoloni dan tersusun atas kasta-kasta. Wallwork (1976), mengatakan bahwa Formicidae dapat mencapai 70 % dari populasi fauna tanah tropika, sehingga famili ini dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak. Untuk Ordo Coleoptera, pada lahan berumput lebih banyak dijumpai yaitu terdapat 5 Ordo, sedangkan pada lahan hutan hanya dijumpai 3 Ordo.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nooryanto (1987), yaitu mengenai Keanekaragaman Fauna Tanah di Perkebunan Kopi Muda Tlogo, dengan menggunakan metode perangkap sumuran, Ordo Collembola merupakan fauna tanah yang menempati posisi tertinggi dibandingkan fauna tanah lainnya. Sedangkan pada penelitian ini jumlah Collembola yang diperoleh hanya 28 individu pada lahan berumput dan 9 individu pada lahan bervegetasi hutan. Hal ini diduga karena adanya perbedaan metode dalam pengambilan sampel tanah. Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.
Permukaan tanah pada lahan berumput ditumbuhi oleh beberapa jenis rumput, yaitu terdiri dari 9 jenis. Sedangkan pada permukaan lahan hutan ditumbuhi oleh pepohonan dan beberapa jenis herba. Pada lahan hutan banyak terdapat herba yang terdiri dari Famili Araceae. Selain itu permukaan tanah tipe lahan ini cukup banyak mengandung serasah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tarumingkeng (2000), yang mengatakan bahwa proses pertumbuhan hutan tropik yang pada umumnya terdiri atas berbagai spesies pohon, menghasilkan serasah dengan humifikasi yang cepat dan menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan bawah. Pada penutupan lahan berumput, didominasi oleh rumput gajah (Pennisetum purpureum Schamach), dan pada lahan hutan didominasi oleh kayu ageng (Antidesma sp.), sira-sira dan kupi-kupi (Lachnastoma densiflora Val.) untuk tingkat pohon, serta Famili Araceae, semai kupi-kupi dan semai kayu ageng untuk tingkat herba. Dengan adanya serasah yang berasal dari vegetasi ini, mesofauna tanah yang terdapat di tanah, melakukan kegiatan dekomposisi untuk mengurai bahan yang ada menjadi lebih sederhana. Sutedjo dkk. (1996), mengatakan keadaan vegetasi dari suatu kawasan berpengaruh terhadap penambahan akumulasi humus. Pada tanah berumput yang permukaan tanahnya tertutup oleh tanaman, penghancuran akar-akar tanaman dan sisa-sisa tanaman yang telah mati dilakukan oleh bantuan mesofauna tanah secara berangsur-angsur. Sedangkan vegetasi dalam hutan, akumulasi bahan-bahan organik akan diolah oleh cacing tanah, serangga dan hewan-hewan tanah lainnya, sehingga terbentuk humus yang menjadi nutrisi bagi tanaman yang terdapat di hutan.


                                                                        BAB III
                                                                      PENUTUP


3.1.KESIMPULAN

Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara :
    Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur,
     Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin,
     Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus,
     Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,
     Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral
Tanah.   
   
Fauna tanah dikelompokkan menjadi:
(1). Mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran tubuh < 0.15 mm, seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya Nematoda,
(2). Mesofauna adala kelompok yang berukuran tubuh 0.16 – 10.4 mm dan merupakan     kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki seribu dan kalajengking,
(3). Makrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran panjang tubuh > 10.5 mm, sperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga vertebrata kecil.

B.SARAN DAN KRITIK
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, saran  dan kritik dari semua pihak sangat kami harapkan untuk kami jadikan sebagai bahan perbaikan nantinya.
                 

                                                            DAFTAR PUSTAKA .
Ludwig J. A. and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : Primer Methods and Computing. John Wiley and Sons Inc. new York.

Magurran, A. E. 1987. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helm. London.
Mercianto, Y., Yayuk R. S. dan Dedy D. 1997. Perbandingan Populasi Serangga Tanah pada Tiga Keanekaragaman Tegakan Dipterocarpaceae. Prosiding Seminar Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI. Perhimpunan Biologi Indonesia Cabang Jakarta. Depok..

Nooryanto. 1987. Keanekaragaman Fauna Tanah di Perkebunan Kopi Tlogo Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang JawaTengah. Skripsi Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suhardjono, Y. R. 1997. Perbedaan Lima Macam Larutan yang Digunakan dalam Perangkap Sumuran pada Pengumpulan Serangga Permukaan Tanah. Prosiding Seminar Biologi XV. Perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Lampung dan Universitas Lampung. Lampung.
.
Suhardjono, Y. R. 2000. Collembola Tanah : Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Depok.

Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

Supardi, I. 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Alumni. Bandung

Tarumingkeng, R. C. 2000. Serangga dan Lingkungan. www.tumoutou.net/serangga

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 17